Makam petilasan Kyai Candrabumi di Candimulyo Magelang 3, dipercaya jadi prajurit pengikut Pangeran Diponegoro

photo author
- Kamis, 27 Juli 2023 | 19:40 WIB
 Kanan-kiri jalan desa Podosoko saat Nyadran, dipenuhi pedagang (  MERAPI-AMAT SUKANDAR)
Kanan-kiri jalan desa Podosoko saat Nyadran, dipenuhi pedagang ( MERAPI-AMAT SUKANDAR)

HARIAN MERAPI - Menelisik makam petilasan Kyai Candrabumi di Candimulyo Magelang 3, dipercaya menjadi prajurit pengikut Pangeran Diponegoro

Pangeran Candrabumi meninggalkan karaton bersama Pangeran Surantaka, karena tidak setuju dengan hasil Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang memecah Kerajaan Mataram menjadi dua yaitu Ngayogyakarta dan Surakarta.

Banari mengaku masih menyimpan silsilahnya dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

 Baca Juga: Makam petilasan Kyai Candrabumi di Candimulyo Magelang 1, beda pendapat dengan Sultan Mataram jadi pengembara

Namun demikian, Banari juga tetap menghormati cerita rakyat tentang Eyang Kyai Candrabumi yang telah menjadi legenda di tengah masyarakat,

yang menyebutkan bila Eyang Kyai Candrabumi adalah salah seorang Manggala Yudha Lasykar Pangeran Diponegoro.

Ini merupakan versi lain dari cerita legenda Eyang Kyai Candrabumi, sebagai tokoh legendaris yang menjadi mitos di tengah masyarakat.

Banyak warga masyarakat di sini yang menganggap kalau Eyang Kyai Candrabumi adalah salah seorang prajurit pengikut Pangeran Diponegoro.

Ketika Pangeran Diponegoro berhasil ditangkap dengan tipu daya oleh Jendral De Kock di rumah Residen Magelang, Eyang Kyai Candrabumi tidak mau dirinya ditangkap dan mati konyol dibunuh serdadu penjajah Belanda.

Dia dan para perajurit lainnya mencari keselamatan pergi ke arah timur, menyeberang sungai Elo dan naik ke timur ke wilayah Candimulyo dan akhirnya menetap di sebuah dusun.

 Baca Juga: Makam petilasan Kyai Candrabumi di Candimulyo Magelang 2, konon masih putra Trah Keturunan Raja Paku Buwana II

Ketika usia Eyang Kyai Candrabumi beranjak tua, sedikit demi sedikit dia meninggalkan masalah keduniawian dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan sering melakukan nyepi dan bersamadi.

Menurut ceritanya, suatu hari pada pertengahan bulan Ruwah, Eyang Kyai Candrabumi bersamadi di suatu tempat yang rindang di antara dua pohon yaitu pohon semboja dan pohon pakis di pinggiran jurang.

Sehingga tempat bersemedi Eyang Kyai Candrabumi tersebut kini disebut ‘Gupitan’, karena tempatnya yang ‘nggupit” yang artinya terjepit.

Namun warga dusun Candran (dusun di mana Eyang Kyai Candrabumi kala itu bermukim), pada hari berikutnya tidak melihat dan tidak berjumpa lagi dengan Eyang Candrabumi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X