Menurut Ramli, Sungai Pabelan berasal dari kata bela yang berarti membela.
Ramli menjelaskan, setiap ada lahar panas yang mengalir dari Sungai Apu, Gunung Merbabu akan mengalirkan air yang sangat dingin untuk meredam panasnya lahar Gunung Merapi.
Itulah mengapa, sungai itu diberi nama Pabelan. Artinya, sungai yang membela warga agar tidak terkena lahar panas.
Sementara itu, Candi Pendem yang merupakan satu rangkaian dari Komplek Candi Sengi berada di utara dusun Candi Pos.
Disebut demikian, lantaran candi tersebut memang dibangun di bawah tanah dan seperti dipendam.
Menurut Ramli, candi itu sengaja dibangun di bawah tanah untuk dirahasiakan. Pasalnya, fungsi candi itu sebagai gudang pusaka dan persenjataan pasukan Prabu Hayuwangi.
Di Candi Pendem itu, dulu terdapat arca kepala Kala dan simbol Dewa Wisnu, yang mencirikan sebuah candi Hindu. Maka, ada sumurnya. Tetapi, patung Kepala Kala sudah hilang.
Candi Pendem berelief sulur-suluran yang menggambarkan purnakalasa. Purna berarti habis, dan kalasa berarti tidak ada habisnya.
Artinya, hubungan antara manusia dengan Tuhan tidak ada putusnya.
Sedangkan Candi Lumbung Sengi yang kini keberadaannya terpisah jauh dari Candi Asva dan Candi Pendem, merupakan tempat menyimpan bahan makanan.
Candi Lumbung Sengi dan Candi Pendem sampai kini belum diketahui nama aslinya, demikian pula dengan bentuknya.
Baca Juga: Pengunjung Diajak Bernostalgia di Pesta Senja Kotabaru Yogyakarta
Selain sebagai obyek wisata, Komplek Candi Sengi juga menjadi tempat laku tirakat. Banyak pelaku tirakat datang dari Solo dan Yogyakarta.