HARIAN MERAPI - Kisah Kiai Ageng Giring seri 3, Kiai Ageng Pemanahan kecewa karena Sultan Hadiwijaya ingkar janji
Alkisah, Kiai Ageng Pemanahan masih berada di lingkungan di Kraton Pajang di bawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir.
Kemenangan Ki Ageng Pemanahan menaklukkan Aryo Penangsang di Jipang Panolan, belum mendapatkan hadiah dari sultan sebagaimana dijanjikan dalam sayembara.
Baca Juga: Kisah Kiai Ageng Giring 1, Namanya tak bisa dipisahkan dengan kebesaran Kerajaan Mataram
Sultan Hadiwijaya sebelumnya memang pernah berjanji akan memberikan hadiah.
“Bahwa barang siapa yang bisa mengalahkan Aryo Penangsang akan mendapat hadiah tanah perdikan yang luas.”
Sementara, Kiai Penjawi sudah diberi hadiah tanah Pati (Jawa Tengah), sedangkan Kiai Ageng Pemanahan yang sebenarnya paling berhak malah belum mendapatkan haknya.
Kiai Ageng Pemanahan sedikit kecewa, dan pergi dari istana.
Beliau menuju ke rumah sahabatnya, Ki Ageng Giring III, di daerah Gunung Kidul.
Kiai Ageng Giring terkenal sebagai seorang petani, pertapa, sekaligus penyadab nira kelapa dan tentunya sahabat kiai Ageng Pemanahan seperguruan dalam tirakat keagamaan.
Bersamaan dengan itu, Sunan Kalijaga pun menyampaikan bahwa kelak wahyu Gagak Emprit akan turun di tengah pegunungan selatan dalam sebuah air kelapa.
Namun, kapan wahyu itu akan turun, Kanjeng Sunan tidak pernah menjelaskan dan pantang pula bagi murid untuk bertanya kepada Guru.
Oleh Sang Guru, Kiai Ageng Pemanahan kemudian diperintahkan melakukan tirakat di daerah yang terdapat pohon mati yang
berbunga.
Pohon mati yang berbunga itu ditemukan oleh Kiai Pemanahan yang sekarang disebut Kembang Lampir, wilayah Panggang, Gunung kidul.