HARIAN MERAPI - Syahdan, dalam pengembaraannya, Kiai Ageng Giring I berjalan jauh memasuki pohon yang rimbun, hutan, dan semak belukar.
Bahkan Sungai, gunung, dan gua ditempuhnya tanpa kenal lelah.
Pilihannya pun jatuh pada daerah dataran yang memiliki pemandangan perbukitan dan sungai yang jernih.
Baca Juga: Kisah Kiai Ageng Giring 1, Namanya tak bisa dipisahkan dengan kebesaran Kerajaan Mataram
Tepat di dekat mata air didirikannya gubuk tepat istirahat.
Setiap hari ia berdoa, bermunajat kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapatkan ketenteraman lahir dan batin dengan seluruh anak cucu keturunan beserta para pengikutnya kelak.
Harapan Kiai Ageng Giring I begitu kuat akan anugerah dari Tuhan, meskipun jumlahnya tidak banyak beliau begitu meyakini akan anugerah itu untuk didapatkan.
Usahanya dalam mendapatkan anugerah Tuhan adalah melakukan perbuatan yang mulai, yakni memberikan pengajaran kepada masyarakat sekitar.
Ia mengajarkan pertanian, menanam pohon kelapa dan menderesnya, membuat minuman legen, dan merajut kain.
Selain itu, beliau pun mengajarkan penduduk mengalirkan air sungai agar sawah memiliki pengairan yang cukup dari sungai yang airnya jernih.
Baca Juga: Ramadhan sebagai Syahrul Quran
Kiai Ageng Giring juga turut mengajarkan untuk menanam banyak pohon kelapa yang memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan penduduk saat itu.
Kehidupan Kiai Ageng Giring berlangsung damai hingga wafat dan digantikan oleh putranya Kiai Ageng Giring II, setelah Kiai Ageng Giring II wafat digantikanlah oleh putranya Kiai Ageng Giring III.
Pada masa Kiai Ageng Giring III inilah Paliyan menjadi kisah menarik karena berbagai hal baik natural maupun supranatural dialaminya.
Syahdan, Kiai Ageng Giring III menikah dengan Nyi Talang Warih dan melahirkan dua orang anak dari pernikahannya, yaitu Rara Lembayung dan Kiai Ageng Wonokusumo yang nantinya menjadi Kiai Ageng Giring IV.