Asyik sekali remaja usia limabelas tahun itu memainkan layang- layangnya.
Sampai tidak tahu jika Parjo, Kakaknya, datang mencarinya.
Parjo mendatangi adiknya bukan karena ingin bermain layang- layang. Tetapi ingin menitipkan kunci rumah.
Baca Juga: Pengalaman mistis Nur saat jadi pengantin harus ritual mandi kembang tujuh rupa di belik keramat
“Truk, aku sama Bapak dan Ibu mau pergi tilik Bude Lilik di rumah sakit. Rumah kosong.
Ini kuncinya jika nanti kamu mau masuk rumah”, ujar Parjo sembari menyerahkan seombyok kunci.
Melihat ulah adiknya yang menerbangkan layang- layang di makam desa, Parjo kurang berkenan.
Dengan seenaknya Petruk menginjak- injak nisan di makam tersebut.
Bahkan sesekali berdiri di atas nisan Mbah Kromodongso, leluhur desa yang sangat dihormati warga.
“Jangan ngawur kamu, Truk. Kuwalat. Bisa terjadi apa- apa atas dirimu”, ujar Parjo sambil mengelus dada.
Baca Juga: Cerita misteri kursi goyang peninggalan nenek, digunakan Maya untuk properti drama yang sukses
Namun ujaran itu hanya dianggap sebagai angin lalu. Masuk ke telinga kiri, keluar telinga kanan.
Perhatian Prayit atau Petruk lebih focus ke layang- layangnya yang bergambar Raden Gatotkaca.
Dalam benaknya seakan- akan ksatria Pandawa itu sedang terbang dan menari di angkasa raya.
Sehabis tilik Bude Lilik yang sudah lima hari opname di rumah sakit, Parjo beserta Bapak dan Ibunya tidak langsung pulang.