Mampir ke sebuah warung makan. Akan makan malam.
Jam sembilan malam ketiga orang tersebut baru tiba di rumah.
Parjo, Bapak, dan Ibunya heran bercampur khawatir. Pintu masih tertutup rapat.
Lampu teras juga belum dinyalakan.
Dari jendela kaca terlihat, di dalam rumah gelap gulita.
“Lho...apa Prayit belum pulang dari ‘ngundha’ layangan ya? Huh, kalau sudah bermain layangan jadi lupa segalanya!”, ujar Pak Asno, Ayah Prayit, agak sewot.
Mau tak mau mereka bertiga harus menunggu di teras. Tak lama kemudian sebuah sepedamotor masuk halaman rumah dinaiki tiga orang. Prayit alias Petruk berada di tengah.
“Ya ampun...ada apa kamu, Prayit?”, teriak spontan Bu Asno, Ibunya Prayit.
Beberapa bagian tubuh Prayit tampak lecet- lecet. Wajahnya pucat.
Dengan terbata- bata remaja usia limabelas tahun itu menceriterakan kejadian yang baru saja dialami.
Menjelang Mahgrib Prayit akan menyudahi bermain layang- layang.
Ketika ditarik, akan diturunkan, layang- layang itu terasa amat sangat berat. Bahkan seperti menarik tubuh Prayit.
Wuuus....! Tubuh Prayit yang memang kurus itu seperti ditarik ke angkasa oleh layang-layang bergambar Raden Gatotkaca.
Tahu- tahu Prayit telah berada di sebuah pekarangan di dusun tetangga dalam posisi tengkurap.
Untung cepat diketahui oleh warga setempat.