Haul dan Sadranan di Astana Pajimatan Pucang Anom, usai acara para peserta berebut isi gunungan

photo author
- Kamis, 27 Juni 2024 | 19:00 WIB
Para peserta Nyadran berebut Gunungan Hasil Bumi ( MERAPI-AMAT SUKANDAR)
Para peserta Nyadran berebut Gunungan Hasil Bumi ( MERAPI-AMAT SUKANDAR)

HARIAN MERAPI - Acara Haul dan Sadranan Umum di ‘Astana Pajimatan Pucang Anom’, Kamis Pon, tanggal 7 Maret 2024 lalu, dihadiri para Sentana Dalem Karaton Surakarta Hadiningrat, H. Kanjeng Pangeran Panji Bambang Kartiko, Kanjeng Pangeran Husodonagoro, Kanjeng Raden Riyo Aryo Panji Bambang Sudarsono, Kanjeng Raden Tumenggung Subardi dan Mas Ngabehi Romadhon Diprojo.

Para sentana dalem bersama Paguyuban Kawula Karaton Surakarta di Magelang dibantu beberapa warga masyarakat setempat melakukan penggantian ‘lurup’ (kain penutup) makam R.Ay Klething Kuning.

Usai mengganti lurup, para sentana dalem melanjutkan ‘laku budaya’ dengan memasang kendhit kain mori yang membalut batang bawah pohon randu alas yang berada di tengah areal pasarean.

 Baca Juga: R.Ay Klething Kuning putri Amangkurat Agung Hanyakrakusuma, makamnya berada di Astana Pajimatan Pucang Anom

Mereka juga menyiram air di tanah sekitar pohon dengan kendi dan menaburkan bunga mawar putih. Laku budaya ini bermakna filosofi yang melambangkan perjalanan hidup manusia.

Pohon Randualas sebagai gambaran kehidupan manusia, yang pada saatnya akan mati dan dibungkus kain mori putih untuk menghadap Sang Khalik.

Air yang disiramkan melambangkan sumber kehidupan dan bunga mawar putih bermakna kesucian yang dilakukan manusia untuk berbuat baik agar dapat mencapai kesempurnaan dalam hidupnya.

Haul dan Sadranan Umum di ‘Astana Pajimatan Pucanganom’ diawali dengan kirab budaya dari dusun Pucanganom menuju ke Astana Pajimatan.

Baca Juga: Rasakan sensasi restoran melayang di Bali, menantang adrenalin, siapa mau coba ?

Kirab ini mengusung Gunungan Hasil Bumi dan ubarampe Sadranan. Acara utama Nyadran membaca doa Tahlil bersama. Siraman rohani oleh Kyai Ulin Nuha dari Salam, Magelang.

Acara ini dihadiri Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan Salam, pejabat instansi tingkat kabupaten yang terkait, kepala desa dan perangkatnya, lembaga desa, tokoh masyarakat dan warga desa. Usai acara para peserta Nyadran berebut isi gunungan.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang, Mantep Sudarsono, S.Pd., M.Pd dalam sambutannya mengatakan, acara Nyadran sudah ada di Nusantara sejak zaman Kerajaan Majapahit sebagai Upacara Sradha,

yang merupakan upacara untuk berbakti kepada leluhur dengan mendoakannya agar amal dan ibadahnya diterima dan diampuni dosa-dosanya oleh Tuhan YME.

Baca Juga: Fakultas Psikologi UMBY dan PKMS Gelar Pelatihan Seputar Psychological First Aid

Setelah masuknya agama Islam ke Tanah Jawa, upacara Sraddha ini berakulturasi dan tetap dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan sebutan Sadranan atau Nyadran dengan membaca doa secara agama Islam.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X