Mengenal Jaran Kepang Papat, kesenian sakral di Kaki Gunung Andong, Kabupaten Magelang

photo author
- Sabtu, 4 Mei 2024 | 09:10 WIB
Pentas kesenian Jaran Kepang Papat. (MERAPI-AMAT SUKANDAR)
Pentas kesenian Jaran Kepang Papat. (MERAPI-AMAT SUKANDAR)

HARIAN MERAPI - Kesenian rakyat jaran kepang papat atau kuda lumping yang berkembng di Kaki Gunung Andong, Kabupten Magelang, bersumber dari kisah-kisah kepahlawanan masa lalu seperti ceritera Panji atau pun kisah-kisah perjuangan lainnya.

Jaran kepang sendiri sebagai gambaran seekor kuda tunggang para perajurit, merupakan ‘kendaraan’ yang sangat bergengsi pada masa silam.

Kesenian jaran kepang atau kuda lumping banyak dijumpai di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan berbagai versi.

Baca Juga: Pemkab Karanganyar Kesulitan Cari Pengganti Lahan LSD dan Kawasan Cagar Budaya di Gondangrejo

Kini, seiring dengan mobilitas orang Jawa, kesenian ini juga ditemukan di luar P. Jawa, seperti di Sumatera, bahkan sampai ke manca negara seperti di Malaysia dan Suriname.

Kesenian ini dibawa oleh ‘pemilik’nya – orang Jawa – yang bermigrasi ke daerah lain. Di tempat yang baru kesenian ini oleh masyarakat pemiliknya yang sudah tiga atau empat generasi tetap dilestarikan bahkan dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat.

Di dusun Mantran Wetan desa Girirejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang ada kesenian rakyat kuda lumping yang pemainnya hanya empat orang dengan empat kuda lumping disebut ‘Jaran Kepang Papat’.

Kesenian ini masih bernuansa sakral, artinya tidak sembarang orang boleh menjadi pemain kesenian ini dan pementasannya juga tidak sembarang waktu.

Baca Juga: Begini cara rumah sakit mengatasi kesenjangan pengetahuan pasien kanker

Pada setiap pementasan kesenian Jaran Kepang Papat ini harus disediakan sesaji lengkap berupa jajan pasar, kembang mawar dan kenanga, sirih, dupa dan api pelita, rokok, minuman teh dan kopi, sesisir pisang dan sebuah topeng kelana.

Sesaji ini nantinya akan menjadi ‘santapan’ para roh leluhur lewat salah seorang pemain jarang kepang yang sedang ‘trance’ (kesurupan).

Pak Noto salah seorang pewaris dan sesepuh Jaran Kepang Papat ini pernah menuturkan, kesenian kuda lumping ini telah berusia lebih dari seratus tahun atau empat generasi.

Pendirinya, almarhum mbah Atmo Paridjan yang meninggal dunia beberapa tahun yang lalu dalam usia 120 tahun. Pak Noto adalah cucu bungsu mbah Atmo yang mewarisi kesenian ini.

Baca Juga: Ini yang perlu dilakukan penderita asma usai gunakan inhaler

Konon, pada zaman penjajahan Belanda para seniman kesenian rakyat di Jawa berembug untuk mendirikan paguyuban kesenian jaran kepang.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X