HARIAN MERAPI - Acara sungkem telompak di petilasan leluhur warga di kaki Gunung Merbabu, Magelang, setiap tanggal 5 Syawal kini menjadi tradisi yang telah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu.
Acara ini juga diikuti kelompok kesenian rakyat tari prajuritan ‘Jayadijaya’ dusun Keditan.
Mengawali acara ritual ini, sesepuh dusun Keditan, Sujak, mengatakan, dengan melaksanakan ‘Sungkem Telompak’ masyarakat dusun Keditan mengharapkan segala kesalahannya dimaafkan,
mohon kekuatan, keteguhan, keselamatan, karahayon, dan terhindar dari segala godaan serta diberi kelancaran dalam mencari rejeki, berhasil dalam bertani dan lancar dalam berjualan.
Di samping itu mereka juga ‘ngalap berkah’ dari para leluhur pepundhen Telompak, seperti Kyai Singobarong dan cikal bakal dusun Gejayan, Kyai Jayadipa atau Kyai Jaya.
Rombongan warga dusun Keditan peserta ‘Sungkem Telompak’ diterima kepala dusun Gejayan, Sulis Prasetyo dan segenap warga dusun Gejayan.
Acara ritual tradisional ini bernuansa sinkretis, laku spiritualnya merupakan perpaduan keyakinan dari berbagai agama dan aliran kepercayaan.
Dalam acara ini doa dipanjatkan secara agama Islam, tetapi juga menyediakan sesaji sesuai dengan kepercayaan Kejawen dan agama Hindu, namun juga tidak lupa membakar dupa seperti yang lazim dilakukan umat Buddha.
Sehingga nuansa ritual ibadah dan laku budaya sangat terasa dalam ritual ‘Sungkem Telompak’ ini.
Masyarakat dusun Gejayan dapat menyelaraskan kehidupan beragama dan kehidupan berbudaya atau berkesenian.
Di dusun ini ada masjid dan langgar untuk beribadah, ada sanggar dan padepokan seni untuk kegiatan berkesenian.
Sebuah pendapa padepokan seni ‘Warga Budaya’ yang cukup megah telah dibangun di dusun ini.