HARIAN MERAPI - Banyak orang yang merasa bangga dengan apa yang dimilikinya.
Bangga akan kecerdasannya, kepandaiannya, kecantikannya, ketampanannya, kekuatan badannya, kemerduan suaranya, harta benda yang dimilikinya, jabatan yang diraihnya dan berbagai kesuksesan lainnya.
Manusia senang dipuji, dihargai dan dihormati sebagai bentuk dari ekspresi akan eksistensi dirinya.
Baca Juga: Tips meraih keluarga bahagia, diantaranya dengan membangun fondasi cinta dan kasih sayang
Sehubungan dengan hal ini, Allah secara dini telah mengingatkan dengan firman-Nya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Luqman, 31:18).
Kecenderungan atau keinginan untuk menonjolkan ke-aku-an adalah bagian dari
karakter manusia yang tidak bisa dibuang atau dihilangkan, tetapi hanya bisa dikelola atau
diatur sehingga memunculkan sifat positif seperti; rendah hati, arif, bijaksana, berhati mulia,
dan berbagai akhlak mulia yang lain.
Dan dalam konteks pengelolaan atau pengaturan diri ini, maka muhasabah diri adalah terapi yang paling efektif untuk membakar ke-aku-an manusia.
Proses pembakaran ke-aku-an ini dapat dianalogikan dengan pembakaran sebatang besi yang
akan diproses menjadi pisau, alat rumah tangga, atau alat musik tertentu yang memiliki nilai
ekonomi tinggi.
Sifat besi yang dingin, ketika dibakar menjadi panas.
Besi yang panas ini ketika ditempelkan pada selembar kertas, maka kertas itu akan ikut terbakar, atau minimal menjadi gosong.
Baca Juga: Keistimewaan seorang wanita, diantaranya adalah perhiasan dunia
Hal ini sama artinya dengan orang yang senang muahasabah diri, yaitu ia sebenarnya
telah melakukan proses pembakaran sifat-sifat yang merusak (negatif), termasuk sifat sombong (takabur), ria, iri, dengki dan sebagainya.
Inilah bagian dari proses muhasabah diri yang membakar sifat-sifat negatif diri manusia menjadi sifat positif yang mampu menambah nilai harga diri seseorang.
Sama halnya dengan prosesi pembakaran besi menjadi pisau.
Besi yang bersifat tumpul, tetapi setelah dibakar dapat menjadi tajam, namun materi dasarnya tetap besi.