SIAPA tak geram melihat remaja usia belasan tahun melakukan konvoi sepedamotor sembari mengacung-acungkan senjata tajam (sajam) di jalan ? Apa yang hendak mereka lakukan ?
Agaknya, itulah yang mendorong warga di kawasan Jalan Raya Pengasih – Sentolo beberapa hari lalu mengejar para remaja tersebut. Alhasil, salah seorang peserta konvoi tertangkap dan menjadi bulan-bulanan massa, sedang tiga lainnya diamankan.
Korban amuk massa, yakni DAD mendapat pukulan bertubi-tubi dari massa hingga mengalami luka di bagian muka, setelah itu diserahkan ke Polsek Sentolo. Orangtua DAD tentu tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu sehingga meminta kepada polisi agar pelaku penganiayaan diproses hukum. Polisi masih menyelidiki intensif kasus tersebut.
Baca Juga: 3 Perwira Polres Gunungkidul diganti, AKP Antonius Purwanto jadi Kasatlantas
Main hakim sendiri memang tidak dibenarkan hukum. Aksi warga yang marah melihat para remaja membawa senjata tajam di jalanan tentu wajar. Sayangnya aksi warga tidak terkendali dan menghajar peserta konvoi hingga babak belur. Mestinya, cukup diamankan dan kemudian diserahkan kepada polisi.
Wajar pula bila orangtua korban marah melihat anaknya babak belur. Kedua pihak mestinya introspeksi. Kalau mau jujur, kedua pihak sama salahnya. Orangtua salah karena membiarkan anaknya berkeliaran di jalan, apalagi membawa senjata tajam. Polisi pun bisa memproses kasus ini dengan mengenakan UU Darurat No 2 Tahun 1951.
Sedang massa yang menghajar DAD juga dapat diproses hukum karena telah menganiaya korban hingga babak belur. Penganiayaan itu dilakukan secara bersama-sama, sehingga dapat diterapkan Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana paling lama lima tahun enam bulan penjara.
Namun, bila lukanya tidak parah, artinya tidak membuat korban cacat atau menderita kesakitan dalam waktu yang lama, kiranya bisa ditempuh cara mediasi dengan menerapkan prinsip restorative justice. Tentu ini sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik untuk menentukan bisa tidaknya diselesaikan secara damai dengan mempertimbangkan asas keadilan bagi korban.
Lebih penting lagi, orang tua perlu diajarkan cara membimbing anak agar tidak berkeliaran di jalan dan tidak meresahkan masyarakat. Membawa senjata tajam di jalan, apalagi mengacung-acungkan ke publik bisa dikategorikan sebagai teror masyarakat sehingga harus diberantas.
Namun cara memberantasnya tak boleh melanggar hukum. Untuk itulah perlu kerja sama dengan aparat kepolisian untuk menertibkan mereka. (Hudono)