AKSI klitih di Jogja makin nekat dan liar. Tak heran bila ada yang menyebut Jogja darurat klitih. Justru ini menjadi bahan introspeksi bagi pengambil kebijakan di Jogja, benarkah Jogja sudah tidak aman ?
Anak-anak yang terlibat klitih (usia di bawah 18 tahun) dalam terminologi hukum kita sebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum atau dalam bahasa sederhananya sebagai anak nakal. Mereka sama sekali tidak kebal hukum, apalagi bilak melakukan kejahatann kelas berat, membacok, menganiaya dan seterusnya.
Dua pelajar yang tak tahu apa-apa tiba-tiba dibacok gerombolan klitih saat melintas di Jalan Kapten P Tendean kawasan Wirobrajan Jogja beberapa waktu silam. Saat itu, kedua pelajar tersebut hendak pulang ke Kuncen setelah sebelumnya hendak beli gudeg di kawasan Wirobrajan, namun tutup.
Baca Juga: Jogja Darurat Klitih, Trending Topic di Twitter, Masyarakat Desak Pemerintah Beri Tindakan Tegas
Tanpa diduga dari arah belakang gerombolan klitih tiba-tiba membacok mengenai punggung korban. Usai kejadian pelaku langsung kabur. Aksi serupa juga sering terjadi di tempat lain di Jogja.
Itulah gaya klitih yang asal bacok tanpa mengenal korbannya. Ya, kedua korban juga mengaku sama sekali tidak kenal dengan pelaku dan tidak sedang punya masalah apapun dengan pelaku. Lantaran diserang dari belakang, korban tidak mengenali wajah pelaku.
Orang tua korban tentu tidak mengira bila anaknya akan menjadi korban klitih. Sehingga, tanpa khawatir orang tua korban menyuruh anaknya membeli gudeg di kawasan Wirobrajan sekitar pukul 02.30 atau dini hari. Di saat itulah gerombolan klitih beraksi mencari sasaran.
Baca Juga: Benarkah Jogja Darurat Klitih, Tak Perlu Diversi Bila Akibatkan Orang Terluka
Apesnya, saat kejadian tidak ada patroli polisi. Padahal kawasan tersebut tergolong ramai dibanding kawasan lainnya.
Dalam kejadian tersebut, korban tidak sendirian. Namun mereka tak berdaya ketika menghadapi gerombolan. Kalau mau jujur, anggota gerombolan klitih itu tak punya nyali ketika sendirian. Nyali mereka timbul karena bergerombol alias bersama teman-temannya.
Apalagi, dalam beberapa kasus, sebelum beraksi mereka menenggak minuman keras (miras), seolah makin menguatkan mental mereka.
Baca Juga: Klitih Bikin Masyarakat Resah, Tagar Yogya Tak Aman Jadi Trending Topic di Twitter
Kiranya polisi tak perlu lagi memberi toleransi kepada gerombolan klitih, apalagi mereka membawa senjata tajam. Bila ada yang bawa senjata tajam, harus diproses ke pengadilan dengan sangkaan UU Darurat No 12 Tahun 1951. Andai mereka ditangkap sebelum membacok korbannya, mudah diduga mereka akan berdalih membawa senjata tajam untuk berjaga-jaga.
Jelas itu hanyalah dalih dan nyatanya senjata tersebut tetap digunakan untuk membacok. Toleransi berupa sanksi wajib lapor, karena mereka masih anak-anak, rasanya perlu ditinjau kembali. Bahkan, boleh jadi, sanksi berupa wajib lapor menjadi semacam kebanggaan di depan teman-temannya.
Selain itu, kalau mereka masih punya orang tua atau wali, polisi hendaknya juga meminta pertanggungjawaban karena membiarkan anak-anaknya berkeliaran di jalanan menebar teror. (Hudono)