NASIB Andi Nur (31), warga Gamping Sleman sungguh sangat tragis. Ia meregang nyawa gara-gara diteriaki klitih ketika melewati rombongan orang nongkrong. Ia dikira membleyerkan knalpot lantas dikejar hingga tertangkap di Ngepring, Purwobinangun Pakem Sleman.
Di tempat itulah Andi Nur dihabisi, dihajar dan dipukul dengan besi cor dan palu besi oleh 13 orang yang kini menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri Sleman. Sedang teman korban, Tedy Susilo mengalami luka-luka namun selamat.
Peristiwanya memang sudah cukup lama sekitar Juni lalu, namun kasusnya baru disidangkan beberapa hari ini. Tak tanggung-tanggung, jaksa di Pengadilan Negeri Sleman menuntut mereka masing-masing hukuman 14 tahun penjara atas sangkaan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP. Sepertinya jaksa menerapkan hukuman maksimal dengan pemberatan.
Baca Juga: Anggota DPRD Tanah Laut Terjerat Narkoba Divonis Bebas
Sebab, kalau kita baca pasal dimaksud, ancaman maksimalnya adalah penjara dua belas tahun. Agaknya, menurut jaksa, tidak ada faktor yang meringankan hukum. Namun proses hukum masih berjalan, sehingga kita tunggu apa yang akan diputus majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman.
Melihat kronologinya, peristiwa tersebut sangat sadis, apakah hanya karena membleyerkan knalpot motor, itupun kalau benar, nyawa harus melayang ? Barangkali teriakan klitih dari para penyerang inilah yang membuat kondisi makin tak terkendali. Padahal, Andi Nur bukanlah klitih, justru penyerang inilah yang layak disebut klitih. Ya, boleh dibilang klitih teriak klitih.
Mengapa begitu mudahnya nyawa melayang hanya gara-gara masalah sepele ? Mengapa orang sudah tak lagi menghormati hak hidup orang lain ? Tentu ini menjadi bahan introspeksi semua pihak. Para pelaku pengeroyokan yang notabene berdomisili di sekitar lokasi kejadian, tiba-tiba berubah menjadi beringas dan tanpa belas kasihan membantai Andi Nur.
Baca Juga: Napoleon Bonaparte Dipindah ke Lapas Cipinang
Tindakan biadab seperti ini layak mendapat hukuman yang setimpal. Sehingga, tak heran bila jaksa penuntut umum menuntutnya dengan hukuman maksimal. Bila hakim nanti menghukum sesuai tuntutan jaksa atau paling tidak mendekati, diharapkan akan menimbulkan efek jera bagi pelaku. Lebih penting lagi menjadi pelajaran bagi orang lain.
Mereka yang tidak menghargai hak hidup orang lain, patut mendapat hukuman setimpal. Tindak main hakim sendiri yang dilakukan 13 orang pengeroyok Andi Nur menjadi peringatan bagi orang lain untuk tidak meniru karena akan membawa konsekuensi hukuman yang berat. Masih beruntung mereka tidak dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang ancamannya hukuman mati.
Mereka bisa saja berkilah tidak bermaksud membunuh Andi Nur, namun hanya ingin memberi pelajaran. Tapi, seharusnya mereka patut menduga, bila korban dipukuli dengan besi cor dan palu besi akan berakibat kematian. (Hudono)