cermin

Bila DC rampas motor, ini akibatnya

Jumat, 9 Desember 2022 | 10:00 WIB
Ilustrasi (dok harianmerapi)



KASUS penarikan kendaraan secara paksa terhadap pembeli yang kreditnya macet, masih saja terjadi di Yogya.

Pusat pembiayaan umumnya menggunakan jasa juru tagih atau debt collector (DC) agar urusannya mudah. Bila DC melakukan penagihan secara benar, tanpa paksaan, mungkin tidak ada persoalan.

Lain lagi bila DC menggunakan kekerasan maupun ancaman kekerasan dalam melakukan penagihan, ini yang jadi masalah.

Baca Juga: Dua makam 'orang besar' ini bakal diopeni DPKP Salatiga, bisa untuk wisata religi dan sejarah, siapa mereka ?

Seperti kasus yang terjadi di Sleman beberapa hari lalu, seorang DC melakukan penganiayaan dan pengancaman terhadap pemilik motor, Prino Feby Azy (26) warga Sragen Jateng.

Dalam laporannya ke polisi, korban mengatakan telah dianiaya dan diancam oleh DC dan berusaha merampas motornya karena dianggap belum lunas cicilannya. Peristiwa itu terjadi di Jalan Affandi Catur Tunggal Depok Sleman.

Atas laporan itu polisi berhadil mengamakan RK (28) warga luar Yogya yang diduga melakukan penganiayaan terhadap Prino Feby Azy. Sebenarnya, pengusaha atau dealer menggunakan juru tagih atau debt collector tidaklah keliru. Yang keliru adalah penggunaan kekerasan maupun ancaman kekerasan. Apalagi, merampas motor yang belum lunas cicilannya.

Baca Juga: Dampak erupsi Gunung Semeru, 699 warga masih mengungsi, begini kondisinya

Meski pemilik motor belum melunasi cicilan, tak bisa serta merta motor ditarik, apalagi dengan kekerasan. Justru orang yang menarik paksa inilah yang akan berurusan dengan hukum.

Sebab, penarikan motor yang belum lunas cicilan ada prosedurnya, tak bisa sembarangan merampas. Merampas secara sembarangan, apalagi dengan paksaan jelas masuk kategori tindak pidana.

Kalau kita telaah, membeli motor dengan sistem kredit atau cicilan, masuk ranah perdata. Begitu pula menggunakan jasa penagih utang, juga masuk lingkup perdata dan tidak dilarang. Namun, kalau sudah menggunakan kekerasan maupun ancaman kekerasan, maka kasusnya masuk pidana.

Baca Juga: Portugal gasak Swiss 6-1, hadapi Maroko di perempat final Piala Dunia 2022

Umumnya, DC melakukan penagihan dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan. Inilah yang harus diperbaiki atau diubah. Sebab, DC tak boleh memaksa pemilik motor yang belum lunas angsurannya untuk menyerahkan barangnya.

Apalagi, DC tersebut tidak dilengkapi surat kuasa dari pemberi order, dalam hal ini sumber pembiayaan. Selain itu, penagih utang juga harus memiliki sertifikat kompetensi yang menunjukkan bahwa dia profesional.

Sedang yang ketiga, orang tersebut harus membawa akte jaminan fiducia. Menurut polisi, bila tidak membawa tiga hal tersebut, pemilik motor berhak menolak. Bila memaksa, laporkan ke polisi. (Hudono)

Halaman:

Tags

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB