Nambo dibedakan atas dua kawasan, yakni: (a) Kawasan pesisir dan laut-dalam sebagai area fishing ground (ruang eksploitasi), dan (b) Kawasan pesisir dan laut-dalam yang dilindungi (ombo). Pembagian nambo dalam dua kawasan tersebut merefleksikan pemetaan lingkungan laut yang berkorelasi dengan pola pemanfaatan sumberdaya yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan.
Ombo merupakan kawasan laut, yang dalam waktu tertentu (sementara) atau selamanya (permanen), berlaku larangan mengeksploitasi sumber daya laut. Dalam praktik konservasi dan pemanfataan sumberdaya laut, ombo merupakan kawasan perlindungan laut (marine proctected area) yang ditetapkan untuk melindungi kelangsungan hidup biota perairan laut, serta lingkungan ekosistemnya secara berkelanjutan.
Pola pemanfataan sumberdaya laut berbasis ombo sekaligus dimaksudkan untuk menghindarkan laut sebagai wilayah open access. Bentuk pengaturan pemanfaatan hak ulayat laut berdasarkan ombo, juga merefleksikan konsep pemilikan bersama (communal property right) atas sumberdaya laut, sekaligus pelembagaan pemilikan bersama, sebagai milik komunal masyarakat Kadie Wabula.
Ombo dibedakan atas dua kawasan, yakni: (i) kawasan ombo saumuru, dan (ii) kawasan ombo awaktuu.Ombo saumuru merupakan kawasan laut yang ditutup secara permanen dari aktivitas eksploitasi sumber daya. Pada kawasan laut yang ditetapkan sebagai ombo saumuru berlaku larangan (pepali) melakukan aktivitas eksploitasi sumber daya laut. Kawasan ombo saumuru dipandang sebagai kawasan laut keramat. Kawasan ombo saumuru dipercaya sebagai tempat hunian berbagai jenis hantu laut yang dapat membahayakan keselamatan manusia. Karena itu, dalam kawasan ombo saumuru berlaku larangan (pepali) melakukan eksploitasi sumberdaya laut.
Larangan (pepali) pada kawasan ombo saumuru, merefleksikan sikap kearifan lokal dalam usaha konservasi sumber daya laut. Karena adanya larangan (pepali) itu, maka kondisi sumberdaya laut dalam kawasan ombo saumuru hingga kini relatif bertahan dalam kondisi alamiah.
Dari perspektif antropologi hukum, perilaku manusia terhadap lingkungan laut melalui tindakan yang bercorak mistis - sebagaimana terefleksi melalui pepali - dapat dipahami sebagai strategi kebudayaan. Setiap kebudayaan berisi sistem nilai yang berfungsi mengatur secara khusus perangkat-perangkat tindakan manusia, baik individu maupun kelompok yang didasarkan pada pandangan dan nilai -nilai budaya yang dianut bersama.
Strategi kebudayaan tersebut secara fungsional dimaksudkan untuk: (a) Melindungi kawasan laut yang ditetapkan sebagai tempat pemijahan atau perkembang-biakan ikan maupun jenis biota laut lainnya; (b) Melindungi habitat biota laut yang tergolong endemik; dan (c) Melindungi keanekaragaman biota laut serta lingkungan ekosistemnya dari ancaman kerusakan dan kemerosotan populasi.
Baca Juga: 17 penumpang Kapal Cepat Cantika Express 77 masih dalam pencarian Tim SAR gabungan
Belajar dari hak ulayat laut Kaombo, sungguh banyak dan luar biasa kekayaan alam dan budaya di tanah air ini. Adalah kewajiban bangsa dan Negara untuk mengakui, menghormati, dan mengembangkannya. Demi kejayaan negeriku. Indonesia.*