harianmerapi.com - Tercapainya tujuan perkawinan yakni membentuk keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah sangat ditentukan oleh proses sebelum perkawinan yakni saat pemilihan jodoh.
Memilih jodoh hendaklah yang sekufu, artinya kondisi fisik, psikologis, sosial ekonomi, pendidikan, kedewasaan dan pengalaman beragama memiliki kesetaraan serta kesejajaran.
Meskipun disadari sepenuhnya bahwa untuk mendapatkan pasangan yang ideal seperti ini bukanlah merupakan sesuatu yang mudah, mengingat masih besarnya
kesenjangan cara pandang tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat.
Ketidaksejajaran pasangan dalam pernikahan, manakala tidak dikelola secara baik akan dapat memunculkan berbagai macam konflik sampai kepada kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (PKDRT) pasal 1 ayat 1 dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan dan penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga,
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Dalam definisi ini, korban kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya fihak peempuan saja.
Baca Juga: Maunya Berlibur Melepas Stres Malah Jadi Cerita Horor, Diganggu Makhluk Penunggu Penginapan
Setidaknya ada empat kekerasan dalam rumah tangga menurut UU Nomor 23 Tahun 2004 di atas;
yakni : Pertama, kekerasan fisik, yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat;
Kedua, kekerasan psikis, yakni perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau rasa penderitaan psikis berat pada seseorang;
Ketiga, kekerasan seksual yang neliputi pemaksaan hubunhan seksual yang dilakukan terhadaop orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut