Akhlak tercela sebagaimana di atas harus ditinggalkan sejauh-jauhnya karena merupakan suatu perbuatan yang dapat menghilanhkan pahala puasa kita. Membangun dan menumbuhsuburkan akhlak yang mulia merupakan hikmah puasa kita yang sekaligus sebagai suatu usaha untuk meningkatkan
kecerdasan emosional.
Ketiga, kecerdasan sosial. Dalam bulan puasa kita dilatih untuk merasakan penderitaan lapar dan dahaga yang lazimnya dialami oleh kaum fakir dan miskin. Dengan upaya ini diharapkan tumbuh empati terhadap penderitaan kaum fakir dan miskin tersebut dan mendorong kita memberikan infak,
sedekah, dan menunaikan zakat, baik zakat mal maupun zakat fitrah. Itu semua menuntun agar terbentuk kecerdasan sosail pada pribadi kita sebagai hamba Allah yang taat dan beriman.
Terlebih pada situasi Pandemi Covid-19 saat ini, terlalu banyak orang yang menghaapkan uluran tangan kita untuk sekadar bisa bertahan hidup dengan segenap keterbatasannya.
Keempat, kecerdasan spiritual yaitu kecerdasaan dan kemampuan seseorang menyerap inspirasi, ide, taufik, hidayah, simbol-simbol, dan memunculkannya dalam bentuk penemuan-penemuan baru.
Lazimnya dalam bulan Ramadhan kita selalu berupaya meningkatkan ketaatan dan ketakwaan kepada Allah, yaitu dengan memperbanyak dzikir, melakukan shalat Tarawih dan Witir selain shalat wajib, membaca Al-Quran dan kegiatan lainnya yang substansinya adalah mendidik agar terbentuk kecerdasan spiritual.
Oleh karena itu, ibadah Ramadhan yang akan kita laksanakan harus dipahami sebagai suatu rangkaian ibadah untuk meningkatkan empat aspek kecerdasan manusia yang tujuannya adalah untuk meningkatkan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Keempat aspek kecerdasan manusia ini, sejatinya yang dimiliki oleh para Nabi, Rasul, Ulama, Syuhada, dan para ilmuwan, serta penemu di masa-masa keemasan Islam saat itu. Dan kita semua dituntut untuk meraihnya di bulan Ramadhan yang penuh dengan rahmah dan penuh keberkahan. *