opini

Kehilangan Kepekaan Historis-Metafisis

Rabu, 26 Januari 2022 | 09:30 WIB
Sri Edi Swasono (Dok Pribadi)


Sri-Edi Swasono

MASALAH pindahnya Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur mendominasi pemberitaan-pemberitaan di media massa dan media sosial. Kita bertanya, mengapa harus pindah? Apa urgensinya? Apa untungnya dalam tuntutan nasional saat ini agar kita ber-ambeg parama arta. Bukankah kita sedang kobol-kobol, hutang kita makin menumpuk di luar toleransi?


Demikian pula, tidak kurang-kurangnya para ekonom cendikia kita telah berulangkali menyampaikan kecemasannya mereka mengutarakan bahwa pindah Ibu Kota Negara ke Kalimantan adalah tidak layak, tidak laik dan merongrong keuangan negara secara berlebihan terutama membebani APBN.


Demikian pula, sudah sejak beberapa tahun belakangan ini, para tokoh cendikiawan kita mewaspadai ancaman imperialisme dari Utara. Pindah Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur ibarat “Ulo marani gebug”, ular mendekati pemukul. Kewaspadaan ini makin meningkat dengan berbagai fakta empirik. Kita memperoleh justifikasi faktual.


Setidaknya telah ada pertemuan dari kelompok-kelompok penggugat terhadap UU IKN, gugatan-gugatan tentu tertuju terhadap Wakil-wakil Rakyat, khususnya kepada Mahkamah Konstitusi untuk judicial review. Masing-masing kelompok penggugat mengajukan tokoh-tokohnya yang menentang ide absurd Ibu Kota Negara pindah ke Kalimantan Timur, membentuk dan mengadakan Rapat Komite Penggugat melalui zoom meeting yang menggelora. Tokoh-tokoh itu mengetengahkan tanggung jawab intelektualnya.

Baca Juga: Bocoran Kepala Otorita Ibu Kota Negara Nusantara Punya Pengalaman Arsitek, Ridwan Kamil Enggan Berandai-andai


Saya sendiri dalam Rapat Komite Penggugat dari salah satu kelompok penggugat, telah menyampaikan pandangan saya dari segi historis-metafisis sebagai berikut:


Saya kemukakan dengan tegas, bahwa ruh Indonesia itu adalah Jakarta. Kita ingat setelah Kebangkitan Asia 1905, yaitu ketika tentara Jepang dapat memporak-porandakan pasukan Rusia di Tsushima, maka tiga tahun kemudian terjadi pula Kebangkitan Nasional Indonesia (20 Mei 1908) dengan lahirnya Boedi Oetomo, di Jakarta. Selanjutnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928  dideklarasikan juga di Jakarta.

Kita mencatat pula, demi mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia, kita membentuk BPUPKI dan PPKI pada tahun 1945 dan bersidangnya pun juga di Jakarta. Demikian pula lahirnya Pantja Sila tahun 1945 juga di Jakarta.


Kemudian Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 diproklamirkan juga di Jakarta. Lalu ditetapkannya Konstitusi Indonesia (UUD 1945), pada 18 Agustus 1945 pun juga di Jakarta. Jangan lupa penyerahan Kedaulatan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda A.H.J. Lovink kepada Sri Sultan HB IX (diturunkannya bendera Merah-Putih-Biru dan dikibarkannya kembali Sang Saka Merah-Putih) 1949, juga di Jakarta. Historis-magis, didirikannya Monumen Nasional/Monas, yang boleh kita sebut sebagai " The Indonesia's Statue of Liberty", ya lagi-lagi di Jakarta.


Jadi Jakarta adalah ruh-nya Indonesia. Ibu Kota Negara kita adalah Jakarta. 
Memindah Ibu Kota Negara ke Kaltim merupakan keputusan yang "tidak bijaksana", sekaligus juga keliwat "nglegeno", tidak berhiaskan kemandragunaan bangsa, alias mengabaikan perhitungan-perhitungan historis-metafisis Bangsa Indonesia, merupakan suatu absurditas in optima forma.

Baca Juga: Tafsir Nama Ibu Kota Negara Nusantara Lebih Merujuk Wilayah Luar Jawa, Begini Pandangan Sejarawan UGM


Kebetulan saya adalah orang Tamansiswa. Bagi orang-orang bijak dari kalangan Tamansiswa, maka secara historis-metafisis Tamansiswa ya harus "Berpusat di Yogyakarta", dan terpaku dalam logo Tamansiswa. Tidak bisa Pusat Tamansiswa dipindah ke tempat lain, ke  kota mana pun, tidak bisa Ibu Kota Negara semena-mena dipindah ke tempat lain. 
Ruh  Tamansiswa di Yogyakarta. Ruh Indonesia di Jakarta.

M E R D E K A !

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB