SEBAGAI makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri, mereka membutuhkan orang lain. Hal ini tidak menyalahi kodrat Ilahi, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat, 4 13).
Setelah manusia saling mengenal antara yang satu dengan yang lain, maka terbetuklah pergaulan. Sebagai seorang muslim tidak boleh melepaskan diri dan bersikap masa bodoh terhadap kehidupan lingkungan pergaulannya.
Manusia harus mengaktifkan diri dalam bentuk ta’awun, yaitu tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa, gotong-royong untuk memenuhi kebutuhan sosial sebagai wujud kesetiakawanan sosial.
Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 26: Sedekah Tak Mengurangi Harta
Seorang muslim mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungannya agar menjadi lingkungan yang baik, sehingga tercipta pergaulan yang harmonis, kukuh dan kuat, serta berwajah Islami. Kesetiakawanan sosial atau solideritas adalah rasa setia kawan yang berperan sangat penting dalam kehidupan manusia.
Pertama, menjaga harga diri di antara sesama. Kehormatan atau harga diri seseorang harus dipelihara dengan jalan dibantu kesulitan hidupnya agar dia dapat diterima masyarakat sebagaimana mestinya dan juga terhormat di hadapan Allah SWT.
Tidak ada seorangpun selain dirinya sendiri yang dapat memelihara kehormatan dirinya. Karena kehormatan itu melekat pada dirinya. Dengan kata lain kehormatan itu adalah pribadinya.Seseorang yang berkepribadian baik akan mendapat perlakuan yang wajar dari masyarakat. Itulah yang disebut dengan kebahagiaan. Dalam berinteraksi, unuk menjaga kehormatan, seorang muslim harus saling membantu antar sesama.
Baca Juga: Gantungkan Cita-cita Setinggi Langit 3: Kesuksesan Anak, Kebanggaan Orangtua
Sifat-sifat yang harus dihindari oleh seorang muslim agar terpelihara harga dirinya, telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallaau’alaihi Wa Sallam dalam rangkaian do’a beliau : “Ya Allah, saya mohon perlindungan pada-Mu dari pada kelemahan, kemalasan rasa takut dan kekikiran. Juga pada kekafiran, kekufuran dan kefasikan, demikian pula ketulian, kebisuan serta kegilaan dan penyakit-penyakit yang buruk.” (HR. Hakim dan Baihaqi).
Dari hadist ini terlihat ternyata bukan sifat-sifat buruk saja yang dapat merendahkan harga diri seseorang, tetapi kondisi jasmaniah yang tidak normal juga ikut mempengaruhinya. Ketidaksempurnaan ini melemahkan mentalnya sehingga dia tampak minder bergaul dengan orang-orang yang normal fungsi inderanya. Kesetiakawanan sosial kepada orang yang seperti ini juga harus dilakukan agar mereka memiliki kepercayaan diri dan keyakinan diri sebagai modal untuk hidup selaras dengan komunitas sosialnya.
Kedua, membangaun sifat keberanian bersikap. Keberanian (syaja’ah) merupakan kondisi batiniah seseorang yang diwujudkan dalam setiap lahiriyahnya untuk berbuat atau tidak berbuat dengan menerima segala resiko. Berani berbuat itu karena didasarkan pada kebenaran. Tidak berani berbuat andaikata sesuatu itu memang harus dijauhi dan ditinggalkan karena bertentangan dengan norma-norma agama, adat ataupun susila.
Baca Juga: Menutup Mata dengan Penyesalan 14: Tak Ada Keinginan Bertahan Hidup
Bersandar sepenuhnya kepada Allah SWT dan banyak melakukan kerja-kerja kemanusiaan akan membangkitkan keberanian. Dan keberanian itu harus dimiliki oleh setiap muslim. Tanpa keberanian dan kekuatan seorang muslim tidak akan disegani dan ditakuti oleh orang-orang yang suka berbuat pelanggaran. Padahal setiap muslim memikul tanggung jawab untuk menegakan kebenaran.
Hilangnya sifat keberanian (syaja’ah) dari dada orang Islam akibat be4bagai keterbatasan yang ada pada dirinya, di samping akan melemahkan diri orang yang bersangkutan juga berakibat buruk bagi agama Islam secara keseluruhan. Agama Islam akan dijadikan objek hinaan dan celaan oleh musuh-musuh Islam, karena tidak ada lagi muslim yang memiliki keberanian untuk membelanya.
Keberanian itu tentu saja berbeda dengan bersikap nekat, ngawur atau tanpa perhitungan dan pertimbangan. Asy-syaja’ah adalah keberanian yang didasari pertimbangan matang dan penuh perhitungan karena ingin meraih ridha Allah. Dan untuk meraih ridha Allah, tentu saja diperlukan ketekunan kecermatan dan kerapian kerja (itqan). Buka keberanian yang tanpa perhitungan, namun juga bukan terlalu perhitungan dan pertimbangan yang melahirkan ketakutan.