HARIAN MERAPI - Bagaimanakah posisi hak asasi manusia dalam Islam?
Islam merupakan ajaran yang menempatkan jati diri manusia pada posisi yang sangat tinggi dan mulia.
Bahkan al-Quran menjamin adanya hak pemuliaan dan pengutamaan manusia, yang tidak boleh dilanggar atau diabaikan oleh siapa pun juga.
Baca Juga: Empat Pelaku Kejahatan Jalanan Pengeroyokan Diamankan Polres Karanganyar, Ini Kronologinya
Firman Allah SWT: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. al-Isra’; 17:70).
Dengan demikian manusia memiliki hak al-karâmah dan hak al-fadlîlah.
Apalagi misi Rasulullah Muhammad SAW adalah rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin), di mana kemaslahatan/kesejahteraan merupakan tawaran bukan hanya untuk orang-orang yang beriman dan bertakwa saja, melainkan untuk seluruh umat manusia dan alam semesta.
Implementasi atau pengejawantahan misi Rasulullah di atas disebut sebagai ushul al-khams (lima prinsip dasar) yang melingkupi hifdhud dîn, hifdhun nafs wal ’irdl, hifdhul aql, hifdhun nasl dan hifdhul mal.
Hifdhud dîn memberikan jaminan hak kepada umat Islam untuk memelihara agama dan keyakinannya (al-din).
Sementara itu Islam juga menjamin sepenuhnya atas identitas (kelompok) agama yang bersifat lintas etnis dan budaya, oleh karena itu Islam menjamin kebebasan beragama,
dan larangan adanya pemaksaan agama yang satu dengan agama lainnya.
Baca Juga: Mobil Listrik Sepi Peminat, Begini Penjelasan Kemenko Marves
Hifdhun nafs wal ’irdh memberikan jaminan hak atas setiap jiwa (nyawa) manusia, untuk tumbuh dan berkembang secara layak bagi kemanusiaan.
Dalam hal ini Islam menuntut adanya keadilan, pemenuhan kebutuhan dasar (hak atas penghidupan berupa sandang, pangan, dan papan), pekerjaan yang layak, hak kemerdekaan, dan keselamatan, bebas dari kemiskinan, penganiayaan dan kesewenang-wenangan.
Selanjutnya adalah Hifdhul ‘aql; yakni adanya suatu jaminan atas kebebasan berekspresi, kebebasan mimbar, kebebasan mengeluarkan opini, melakukan penelitian dan berbagai aktivitas ilmiah.
Dalam hal ini Islam melarang terjadinya perusakan akal dalam bentuk penyiksaan, penggunaan ekstasi, minuman keras dan lain-lain.