HARIAN MERAPI - Nabi Ibrahim AS, sebagaimana orang tua yang lain dalam keluarga, pastilah mencintai anak-anaknya dan menginginkan agar kelak menjadi orang yang bahagia dalam hidupnya dan senantiasa menemukan pilihan-pilihan hidup yang terbaik.
Ibrahimlah yang berjuang dan bekerja keras membangun negeri yang tandus menjadi negeri yang subur, aman, makmur dan sejahtera.
Sebagaimana do’a beliau: ”Ya Allah, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tiada mempunyai tumbuhan itu di dekat rumah-Mu, yaitu Baitullah yang terhormat. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizqilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim; 14:7).
Baca Juga: Inilah makna logo IKN bertema Pohon Hayat yang resmi diluncurkan Presiden Jokowi
Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya adalah teladan abadi sepanjang zaman kaitannya dengan proses regenerasional dalam keluarga.
Firman Allah SWT: ”Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”. (QS. As-Shaffat; 37:102).
Dari ayat di atas terdapat ajaran bagaimana Ibrahim AS dalam mendidik anaknya, Ismail AS sebagai berikut :
Pertama, Ibrahim melatih dan mendidik anaknya untuk memberikan pandangan dan pendapatnya tentang suatu masalah yang dihadapi bersama dalam keluarga.
Ini adalah suatu bentuk latihan dan pendidikan berpikir. Dari sini diharapkan anak akan dapat dan mampu mengembangkan dan mengasah kemampuan berpikirnya.
Kedua, Ibrahim mendidik anaknya Ismail, anak kesayangannya itu dengan cara yang sangat demokratis penuh dialogis. Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS terlibat dalam suatu dialog yang mengagumkan.
Baca Juga: Berjualan Gula Merah, Ibu di Salatiga Ini Berhasil Kuliahkan Anak yang Kini Berpangkat Letkol TNI AD
Bukan substansi dari dialog mereka yang menjadi perhatian kita, melainkan ”approach” atau cara pendekatan yang dilakukan oleh Ibrahim dalam meyakinkan anaknya terhadap suatu permasalahan yang sangat agung itu.
Beliau melibatkan pendapat dan pandangannya tentang suatu masalah yang dihadapi bersama. Kesimpulan ini sekaligus menolak anggapan sebagian orang kalau Islam mengajarkan umatnya otoriter, khususnya dalam mendidik anak.
Ketiga, Ibrahim AS mendidik keterbukaan kepada anaknya. Masalah yang dihadapi disampaikan kepada anak, apalagi kalau masalah yang itu berkaitan dengan nasib anak itu sendiri.
Keterbukaan itu penting dalam mendidik anak, sehingga ketika anak menghadapi masalah dalam hidupnya akan dapat memecahkannya dengan cara yang bertanggungjawab.