DALAM waktu dekat Pemerintah akan mengajukan usulan RUU Perampasan Aset ke DPR untuk dibahas bersama. Setidaknya, itulah keterangan Menkopolhukam Mahfud MD kepada media. Soal apakah DPR benar-benar akan membahas aturan itu dan menyetujuinya, kita belum tahu.
Hal penting kita catat, ketika Menkopolhukam Mahfud MD meminta kepada Ketua Komisi III DPR RI Bambang Pacul untuk menyegerakan pembahasan RUU Perampasan Aset, jawabannya sangat mengagetkan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi III DPR, Bambang Pacul menjawab pertanyaan Mahfud bahwa keputusan ada di tangan ketua umum partai.
Baca Juga: Pengalaman horor melihat bayangan di luar tenda 3, Ternyata semua gara-gara buang sampah sembarangan
Bambang Pacul menyebut, anggota DPR yang duduk di Senayan tidak memiliki kuasa selain hanya mematuhi perintah ketua umum. Kalau ketua umum menyatakan tidak, maka mereka tak berani membantah.
Jawaban Bambang Pacul ini sebenarnya menyakit hati rakyat. Ini makin menunjukkan bahwa anggota DPR duduk di kursi empuk bukan mewakili rakyat, melainkan mewakili partai.
Itulah realitas politik yang terjadi saat ini. Meski begitu, rakyat tak boleh putus asa, melainkan terus menyuarakan kebenaran, dan memberi masukan kepada para ketua umum partai agar mereka tidak melupakan amanat rakyat.
Mengapa anggota DPR sepertinya gamang untuk membahas RUU Perampasan Aset ? Karena dikhawatirkan akan menjadi bumerang. Sebab, melihat isinya, perampasan aset ini mampu membuat para koruptor jera. Mengapa ?
Karena negara dapat merampas aset penyelenggara negara yang diperoleh secara tidak benar. Contohnya dalam kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, bila sudah diberlakukan UU Perampasan Aset, maka seluruh aset Rafael yang bermasalah, tidak jelas asal usulnya, dapat dirampas oleh negara.
Artinya, perampasan itu tak perlu menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pun tak perlu terbatas pada harta korupsi, tapi juga harta dari hasil kejahatan lain seperti kejahatan ekonomi, maupun pencucian uang.
Dalam UU Perampasan Aset diberlakukan sistem pembuktian terbalik, yakni beban pembuktian ada pada pejabat yang besangkutan. Pejabat itulah yang membuktikan bahwa harta kekayaan yang dimiliki selama ini diperoleh secara halal. Bila ia tak bisa membuktikan demikian, maka harta dirampas negara. Apa boleh buat, UU Perampasan Aset akan membuat para koruptor miskin.
Baca Juga: Banyak pelajaran yang bisa dipetik, MUI sampai PP Muhammadiyah imbau masyarakat tonton 'Buya Hamka'
Inilah yang ditakuti para koruptor. Mereka tidak takut masuk penjara, namun takut kalau dimiskinkan karena hartanya dirampas negara. Dengan kata lain, UU Perampasan Aset akan membuat koruptor jera. (Hudono)