HARIAN MERAPI - Puasa Ramadhan memiliki hubungan yang sangat erat dengan keadilan sosial masyarakat. Firman Allah SWT:''Dan apakah kamu tidak melihat bahwa Allah telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan telah melimpahkan kepadamu nikmat-nikmat-Nya yang lahir dan yang batin?'' (QS. Luqman: 20).
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah memberikan nikmat-nikmat yang banyak kepada umat Islam, dan sebagai gantinya, umat Islam harus berusaha untuk mempromosikan keadilan sosial dan membantu mereka yang kurang beruntung.
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup juga membimbing manusia untuk membangun kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat. Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk suatu sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian
akbar interaksi adalah selang individu-individu yang berada dalam kumpulan tersebut.
Baca Juga: Diwarnai Iringan Tumpeng Sewu, Keraton Surakarta Gelar Kirab Malam Selikuran Ramadhan
Keadilan dan kesejahteraan sosial merupakan suatu kondisi yang harus diwujudkan bagi
seluruh warga nasyarakat di dalam pemenuhan kebutuhan material, spiritual, dan sosial agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Tujuan menegakkan kesejahteraan sosial yaitu untuk dapat mengembalikan keberfungsian setiap individu, kelompok dan masyarakat dalam menjalani kehidupan, yaitu dengan mengurangi tekanan dan goncangan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosial.
Sedikitnya ada lima butir berkaitan dengan membangun infrastuktur kesejahteraah sosial
dalam masyarakat; yakni:
Pertama, keadilan harus ditegakkan. Firman Allah SWT: “Wahai orang-orang yang beriman,
jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.” (QS. An-Nisa’; 4:135).
Kesaksian pun harus diberikan secara jujur, meski merugikan diri sendiri, kepada musuh pun harus berlaku adil, sebagaimana firman-Nya:''Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil.” (QS. Al-Maidah; 5:8).
Kedua, Kekayaan tidak boleh hanya berputar di kalangan orang kaya saja. Islam memandang
bahwa di dalam harta si kaya terdapat hak orang miskin, sebagaimana Firman-Nya: “Dan orang-
orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta.” (QS. Al-Ma’arij; 70:24-25).
Riba juga dilarang: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum; 30:39).
Ketiga, untuk melanggengkan ikatan masyarakat, harus ada kepemimpinan kolektif. Firman
Allah SWT: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura; 42:38).
Baca Juga: Tiga Pospam disiapkan, 890 petugas babungan terlibat pengamanan Idul Fitri 2025
Tetapi harus ada otoritas negara yang berwenang menegakkan hukum di tengah masyarakat,
mencegah konflik sosial, dan mengamankan distribusi bagi kesejahteraan sosial.