Prinsip ini mengajarkan bahwa untuk memutuskan suatu keputusan yang penting harus melalui musyawarah bersama. Dalam QS. Ali Imran ayat 159 Allah SWT memerintahkan musyawarah sebagai cara untuk memutuskan suatu perkara, teemasuk permasalahan-permasalahan dalam perkawinan dan keluarga pada umumnya.
Kelima, perdamaian (islah). Dalam hal perkawinan, al-Qur’an menyebutkan tentang islah
pada tiga hal; (1) seorang suami dalam masa talak raj’i lebih berhak untuk menikahi istrinya dengan syarat ada keinhinan yang sangat besar untuk berdamai (QS. Al-Baqarah; 2:228) ,
(2) orang-orang yang bertindak sebagai penengah (hakam) bagi suami-istri yang berselisih harus berniat untuk mencari solusi atau jalan keluar (QS. An-Nisya’: 4:35) , (3) seorang istri yang mengkhawatirkan suaminya nusyuz (membangkang atau durhaka), maka ia bisa menempuh jalan perdamaian (QS. An-Nisya’; 4128).
Prinsip-prinsip pembentukan keluarga samara ini akan dapat terwujud ketika perkawinan
berdasarkan empat pilar perkawinan; (1) perkawinan adalah berpasangan (zawaj) (QS. Al-Baqarah; 2:187), (2) perkawinan adalah ikatan yang kokoh (mitsaqan ghalizhan) (QS. An-Nisya’; 4:21), (3) perkawinan harus dipelihara melalui sikap dan perilaku saling berbuat baik (mu’asyarah bil ma’ruf) (QS. An-Nisya; 4:19), dan (4) perkawinan harus dimenej dengan musyawarah (QS. Al-Baqarah; 2:23).*
Penulis : Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si.,
Ketua Pusat Studi Kebudayaan Indonesia Pengembangan Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat dan Keagamaan (KIP3MK) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta,
Penasehat Paguyuban Keluarga Sakinah Teladan (KST) Provinsi DIY