WARGA di Kapanewon Saptosari Gunungkidul dihebohkan dengan berita pencabulan yang dilakukan seorang oknum guru ngaji, SA (31). Ia diduga mencabuli delapan bocah perempuan muridnya. Aksi bejat SA dilakukan sekitar Juni lalu ketika para siswinya mengaji di rumahnya. Mengapa baru heboh sekarang ?
Kasus tersebut terbongkar setelah salah seorang korbannya mengadu kepada orang tuanya bahwa dirinya mendapat perlakuan tak senonoh dari guru ngajinya. Orang tua korban kemudian melakukan kroscek dengan tetangganya yang anaknya mengaji di rumah SA. Ternyata, mereka juga mengalami perlakuan yang sama.
Atas dasar itulah keluarga korban kemudian melapor ke polisi dan langsung ditindaklanjuti. Saat diinterogasi, SA mengakui terus terang perbuatannya. Korban rata-rata berusia 8 hingga 9 tahun. Tersangka kini telah ditahan dan dijerat UU Perlindungan Anak (UU No 23 Tahun 2002) khususnya Pasal 82 dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun.
Kasus guru ngaji melakukan pencabulan terhadap siswinya memang bukan fenomena baru. Bahkan, seolah kasus tersebut terus berulang. Banyak orang tua percaya begitu saja ketika anaknya mengaji di rumah tetangga. Siapa sangka sang guru ngaji adalah predator anak. SA mengaku melakukan perbuatan bejat tersebut didorong rasa penasaran. Entahlah, penasaran seperti apa yang dimaksud SA.
Agar kasus tersebut terungkap tuntas, kiranya polisi perlu mengundang ahli untuk memeriksa kejiwaan tersangka. Adakah yang bersangkutan mengalami kelainan atau orientasi seksual yang berbeda dengan orang kebanyakan, sehingga menyukai anak di bawah umur ? Tentu pemeriksaan itu tak menghilangkan aspek pidananya. Kalaupun mengalami kelainan, tetap saja tersangka harus diseret ke pengadilan.
Bahkan, hakim bisa menambah hukumannya, atau melakukan pemberatan, karena SA adalah orang yang seharusnya melindungi siswi-siswinya, bukan malah sebaliknya merusak masa depannya. Kasus ini sekaligus juga menjadi pembelajaran bagi para orang tua untuk lebih berhati-hati ketika mengikutsertakan anaknya, terutama perempuan, untuk belajar mengaji. Kredibilitas atau kapasitas guru mengaji harus benar-benar diperhatikan agar tidak salah pilih guru ngaji.
Tetangga sekalipun, tetap diwaspadai. Tentu bukan berarti terus menerus curiga pada tetangga, melainkan bersikap hati-hati. Kalau perlu, saat anak mengaji, orang tua menunggui sehingga tahu persis aktivitas yang dilakukan guru maupun siswa. Cara ini sebagai bentuk kehati-hatian orang tua kepada anaknya. (Hudono)
| BalasTeruskan Tambahkan reaksi |