opini

Hukum dan Kekuasaan

Rabu, 28 Agustus 2024 | 12:30 WIB


Oleh: Muhammad Haris Aulawi

Pengaturan ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah mengalami perubahan paska putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XII/2024.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak saja menurunkan ambang batas tetapi juga partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon kepala daerah. Hal ini tentu patut diapresiasi mengingat bahwa dalam negara demokrasi, pemilihan umum yang adil adalah salah satu ciri pokoknya.


Salah satu hal penting bahwa hukum adalah alat untuk melakukan rekayasa masyarakat. Secara umum hukum dapat diartikan aturan yang berisi perintah dan larangan yang dapat dipaksakan dalam kehidupan masyarakat dengan adanya sanksi.

Baca Juga: Pasangan Khofifah-Emil daftar ke KPU Jatim, dimeriahkan kirab budaya, begini suasananya


Penerapan sanksi itulah yang membedakan hukum dengan kaedah lainnya, yaitu kaedah sosial, baik norma keagamaan, norma kesusilaan maupun norma sopan santun. Pada awalnya norma yang hidup dalam kehidupan masyarakat adalah norma sosial.

Namun norma-norma tersebut tidak cukup memuaskan penerapan sanksinya dalam upaya memberikan perlindungan hukum, hal ini disebabkan, sebagaiman disebutkan Prof Sudikno Mertokusumo, antara lain 1) masih banyak kepentingan-kepentingan manusia lainnya yang memerlukan perlindungan, tetapi belum mendapat perlindungan dari kaedah-kaedah sosial tersebut. 2) kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapat perlindungan dari kaedah-kaedah sosial tersebut, karena sanksinya tidak cukup memuaskan karena sanksi tersebut tidak bisa dirasakan secara langsung oleh pelaku di dunia, bisa juga sanksi hanya berupa celaan, hinaan atau menerima rasa malu.


Dengan demikian, hukum sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sehingga kemudian dibentuklah hukum dengan tujuan, menurut Teori Etis, tujuan hukum adalah keadilan, sedangkan menurut teori Utilitis, hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya.

Baca Juga: Kemenkes Segera Umumkan Hasil Investigasi Perundungan PPDS Undip


Namun dermikian tujuan mulia hukum itu bisa tercapai apabila ada kekuasaan, karena hukum ada karena adanya kekuasaan yang sah. Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasatkan kekuasaan yang sah pada dasarnya bukanlah hukum jadi hukum bersumber pada kekuasaan yang sah. Hukum harus dihindarkan menjadi hukum kekuasaan, hukum bagi penguasa. Oleh karena ada penguasa yang menyalahgunakan hukum, menciptakan hukum semata-mata untuk kepentingan penguasa itu sendiri atau yang sewenang-wenang mengabaikan hukum (Sudikno Mertokusumo, 2022:32).


Dengan demikian sudah saatnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam berpolitik, penguasa atau siapapun yang mempunyai kewenangan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Menempatkan hukum sebagai panglima. *

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB