KPK akhirnya mengumumkan empat tersangka kasus korupsi si Pemerintah Kota Semarang Jawa Tengah. Dua di antaranya adalah Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri yang juga Ketua Komisi D DPRD Semarang, sedang dua lainnya dari pihak swasta. Para tersangka juga telah dicegah ke luar negeri.
Langkah KPK mungkin mengundang pertanyaan dari sejumlah kalangan, mengingat saat ini sedang masa sensitif menjelang Pilkada 2024. Langkah KPK dikait-kaitkan dengan kepentingan politik, apalagi Mbak Ita adalah kader yang dijagokan PDIP untuk kembali bertarung dalam Pilkada 2024. Tak ayal KPK dituding sedang menjegal kader PDIP untuk berkontestasi dalam Pilkada 2024.
Namun, lembaga antirasuah ini jauh hari sudah membantahnya bahwa penyidikan di Pemkot Semarang semata merupakan langkah hukum, bukan politik. Meski demikian, sejumlah pihak masih meyakini bahwa langkah tersebut terkait kepentingan politik. Memang, untuk membuktikan, apakah ada keterkaitan politik atau tidak, tidaklah mudah.
Baca Juga: Begini momen ketika Presiden Jokowi hadiahi AHY dan istri sepeda gunung, ternyata ini alasannya
Jauh lebih penting adalah bagaimana KPK mampu membuktikan bahwa korupsi di lingkungan Pemkota Semarang ini benar-benar terjadi. Sebab, bila lembaga antirasuah ini tidak mengantongi alat bukti yang cukup, minimal dua alat bukti, maka prosesnya akan mandek di tengah jalan. Apalagi, tersangka berhak mengajukan gugatan praperadilan untuk mempersoalkan sah tidaknya penetapan tersangka, serta sah tidaknya penggeledahan.
Bila pengadilan memutus tidak sah, maka KPK harus menghentikan proses penyidikan dan mengembalikan harkat dan martabat tersangka seperti sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Kita belum tahu apakah Mbak Ita dan suaminya akan mengajukan gugatan praperadilan atau tidak. Yang jelas, semua pihak juga harus menghormati proses hukum yang kini sedang dijalankan KPK. Singkatnya, semua pihak harus menghormati asas praduga tak bersalah.
Kini KPK harus membuktikan dirinya sebagai lembaga negara yang independen dan profesional dalam menjalankan tugas-tugas pemberantasan korupsi. Agar tidak terkesan tebang pilih, alangkah baiknya KPK juga mengusut kasus-kasus serupa yang terjadi di daerah.
Baca Juga: Begini renpons Presiden soal Paskibraka dilarang berjilbab, Kepala BPIP bakal terancam sanksi ?
Diduga, kasus pelanggaran pengadaan barang dan jasa tak hanya terjadi di Semarang, melainkan juga di daerah lain. Jika demikian, maka jangan hanya mengusut Pemkot Semarang saja, melainkan juga daerah lain. Itu sebagai bukti bahwa KPK tidak tebang pilih. (Hudono)