HARIAN MERAPI - Ada delapan nilai tarbiyah di dalam pelaksanaan ibadah kurban, yang diantaranya dalah pendidikan keimanan dan akhlak.
Melaksanakan ibadah kurban dengan penuh penghayatan dapat memupuk sifat mahmudah yang berupa ketaatan, ketundukan atas perintah-Nya, pemurah terhadap sesama, bertaubat, menambah rasa syukur, dan lainnya.
Muhammad Alqadri Burga, dkk, dalam tulisannya yang berjudul: “Nilai-nilai Tarbiyah Ibadah Kurban dan Relevandsinya dengan Pembelajaran Pendidikan Formal”, menemukan bahwa nilai-nilai tarbiyah yang didapatkan dalam ibadah kurban setidaknya ada ada delapan,
Baca Juga: Jalan-jalan di Malioboro, Jokowi Disambut Lagu 'Ojo Dibandingke' dari Pengamen Jalanan
yaitu; (1) keimanan, (2) akhlak, (3) kesabaran, (4) tawakkal, (5) keikhlasan, (6) demokratis, (7) dialogis, dan (8) sosial.
Pertama, pendidikan keimanan. Buah dari keimanan mereka adalah melaksanakan perintah penyembelihan dari Allah SWT. Mereka siap untuk melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, termasuk mengorbankan orang yang disayangi bahkan nyawanya sekalipun.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa suatu ibadah akan mudah terlaksana bila dilandasi dengan iman yang kuat. Sejauh mana ketaatanmu, maka sejauh itu pula lah keimananmu. Jangan tanyakan posisimu di sisi Allah, tetapi ketahui di mana posisi Allah di dirimu.
Di manapun posisi Allah di dirimu, maka di situ pula lah Allah memposisikanmu di sisinya.
Kedua, nilai pendidikan akhlak. Nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam sejarah ibadah kurban, dapat dilihat dari beberapa sikap Ibrahim sekeluarga dalam merespons perintah penyembelihan dari Allah SWT,
yaitu: Doa Ibrahim kepada Allah SWT. agar dikaruniakan anak yang saleh, sikap Ismail setelah mendengarkan perintah penyembelihan dari Allah SWT, kepatuhan Hajar kepada Allah dan suaminya ketika digoda oleh setan untuk menghentikan Ibrahim melakukan penyembelihan terhadap anaknya.
Ketiga, nilai pendidikan kesabaran. Nilai pendidikan kesabaran yang dicontohkan dalam sejarah ibadah kurban adalah ketabahan hati Ibrahim sekeluarga dalam menerima ujian dari Allah berupa perintah penyembelihan anaknya.
Sejarah tersebut mengindikasikan bahwa sabar itu hanya berlaku untuk ketetapan Allah yang tidak sesuai dengan keinginan kita.
Orang yang sabar bukan berarti selalu menunggu dengan berdiam diri tanpa langkah yang pasti, melainkan selalu aktif dalam merancang segala tindakannya dan cenderung tidak tergesa-gesa dalam mengambil sikap dan keputusan.