HARIAN MERAPI - Pahlawan adalah gelar untuk orang yang dianggap berjasa terhadap orang banyak dan berjuang dalam mempertahankan kebenaran serta cinta tanah air. Dalam konteks kenegaraan dan kebangsaan, seseorang dijuluki pahlawan karena jasa-jasanya dalam memperjuangkan negara dan bangsa ini untuk memperoleh kemerdekaannya.
Sesungguhnya para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, yang kita ketahui maupun yang tidak, mereka hidup di hati kita.
Firman Allah SWT: “Dan jangan sekali-kali engkau menyangka (bahwa) orang-orang yang
terbunuh (yang gugur syahid) pada jalan Allah itu mati, (mereka tidak mati) bahkan mereka adalah hidup (secara istimewa) di sisi Tuhan mereka, dengan mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 3:169).
Baca Juga: Ini pentingnya menjaga empati dan narasi pada konten isu sensitif, begini menurut sosiolog
Dalam perspektif Islam, pahlawan dapat dimaknai sebagai orang beriman yang berjuang
menegakkan kebenaran (al-haq) demi memperoleh ridha Allah semata. Ciri‑ciri pahlawan dalam
Islam meliputi: (1) Iman yang kuat: selalu menempatkan Allah di atas segala sesuatu, (2) Kejujuran & integritas: berkata dan bertindak sesuai kebenaran, meski sulit,
(3) Pengorbanan: rela mengorbankan harta, waktu, bahkan nyawa demi kebenaran, (4) Keadilan: memperjuangkan keadilan tanpa memandang status atau hubungan, (5) Kesabaran: tetap tenang dan tabah dalam cobaan, serta (6) Kasih sayang: menolong sesama dengan rasa empati dan tanpa pamrih.
Di antara tokoh-tokoh/figur yang dapat diambil sebagai ibrah dalam menegakkan kebenaran
(sebagai pahlawan) dalam Al-Quran yang disebut sebagai Ulul Azmi di antara Rasul adalah:
Pertama, Nabi Muhammad SAW: (1) Beliau mencontohkan keberanian, kejujuran, dan
pengorbanan untuk umat, (2) Kepemimpinan yang adil; memimpin umat dengan musyawarah,
menegakkan keadilan meski terhadap kerabat,
Baca Juga: Ini pentingnya pelaku ekonomi kreatif kuasai kemampuan promosi digital
(3) Keberanian menghadapi ancaman, tetap menyampaikan wahyu meski mendapat penolakan dan ancaman pembunuhan, (4) Kasih sayang universal, memperlakukan semua orang dengan hormat, dari budak hingga pemimpin suku, (5) Kesabaran dalam cobaan, menahan hinaan, boikot, dan kehilangan orang‑orang tercinta tanpa membalas dendam,
(6) Pengorbanan pribadi, meninggalkan kenyamanan Mekah, mengorbankan harta dan waktu demi menyebarkan Islam, serta (7) Ketelunan moral, hidup sederhana, tidak mencari kekayaan atau status, sehingga menjadi contoh akhlak mulia.
Kedua, Nabi Ibrahim AS. Keteladanan Nabi Ibrahim AS: (1) Keimanan yang tak tergoyahkan,
meski diperintahkan menyembelih anaknya, ia tetap berserah pada Allah, (2) Kesediaan
mengorbankan diri, tidak ragu menghadap api besar ketika dibakar, karena percaya pada janji Allah,
(3) Keadilan dan menolak kemusyrikan, menantang kaumnya yang menyembah patung, meski
berisiko dibunuh, (4) Kepedulian pada keluarga, selalu mendoakan istri dan anak‑anaknya, serta
menyiapkan tempat tinggal yang baik bagi mereka, serta (5) Kepemimpinan yang mendidik,
mengajarkan tauhid kepada generasi berikutnya, menjadikan dirinya contoh dalam berdakwah dengan hikmah,
Baca Juga: Jual beli jabatan menimbulkan kasus-kasus korupsi lain, sebuah catatan dari Komisi Antirasuah
Ketiga, Nabi Musa AS. Keteladanan Nabi Musa AS: (1) Keimanan yang kuat: selalu berserah
pada Allah meski berada di tengah tekanan Firaun, (2) Keberanian menghadapi tirani: menantang penguasa zalim dan memimpin pembebasan Bani Israel, (3) Kepemimpinan yang adil: mengatur umat dengan musyawarah, menegakkan hukum tanpa pilih kasih,