SIDANG kasus pembunuhan sadis terhadap ayah dan anak di Blora, Muslikin (45) dan anaknya S (9) di Pengadilan Negeri Blora telah usai. Sidang yang digelar sejak Juni 2025 ini mengundang perhatian publik mengingat tindakan pelaku sangat kejam.
Pelaku yang notabene merupakan ipar korban tega meracuni bapak dan anak ini dengan cara mencampurkan racun apotas dan obat tikus ke dalam botol air mineral.
Kedua korban meninggal setelah meminum air mineral yang sudah dicampur racun itu yang diletakkan di meja. Hakim yang menyidangkan kasus tersebut menghukum terdakwa MK dengan hukuman penjara seumur hidup karena terbukti memenuhi unsur Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Baca Juga: Pansus TWRS DPRD Salatiga mulai bekerja, Bappeda giliran pertama dipanggil
Kalau kita baca pasalnya, pembunuhan berencana diancam pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun. Dalam kasus ini hakim telah menjatuhkan vonis maksimal.
Putusan hakim patut diapresiasi, apalagi tidak ada faktor yang meringankan hukuman terdakwa. Perbuatan MK sangat sadis meracuni bapak dan anak hanya dipicu masalah dendam pribadi.
Pelaku yang menikah dengan adik istri korban merasa direndahkan oleh korban terutama terkait soal harta. Namun, mengapa S yang masih umur 9 tahun juga menjadi sasaran dendam pelaku ? Entahlah, anak tak berdosa itu meninggal setelah meminum air mineral yang telah dicampur racun oleh MK.
Boleh jadi MK berkilah tidak bermaksud meracuni S, melainkan Muslikin. Namun dalih semacam itu tidak masuk akal. Sebab, dengan mencampur racun di botol minuman mineral yang diletakkan di meja, sudah sangat jelas maksudnya, agar diminum korban.
Baca Juga: Unud Bentuk Tim Investigasi Dugaan Perundungan Mahasiswa Timothy Anugrah
Pelaku juga sudah tahu bahwa di tempat tersebut ada S yang merupakan anak korban. Karenanya, MK tetap dijerat pasal pembunuhan berencana. Apalagi sudah dapat memperkirakan bahwa orang yang meminum minumannya bakal tewas.
Itulah mengapa hakim menjatuhkan putusan maksimal, karena sudah ternyata maksudnya ingin menjadikan orang lain mati. MK harus membayar perbuatannya dan bakal menjalani hukuman di penjara dalam waktu yang relatif lama. Sayangnya, putusan hakim tak serta merta merehabilitasi kondisi keluarga korban.
Tak ada putusan hakim yang kemudian memberi santunan atau semacam tunjangan sosial kepada keluarga korban. Sebab, urusan tersebut menurut hakim telah diwakili jaksa penuntut umum. Inilah yang menjadi PR penegak hukum, sejauhmana perhatiannya kepada keluarga korban. (Hudono)