HARIAN MERAPI - Pendidikan yang berfokus pada kebahagiaan dunia akhirat adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan siswa untuk mencapai kesuksesan di dunia, tetapi juga membekali mereka dengan nilai-nilai spiritual dan moral untuk mencapai kebahagiaan di akhirat.
Dengan demikian, pendidikan untuk kebahagiaan dunia akhirat dapat membantu siswa mencapai kebahagiaan yang langgeng dan menciptakan masyarakat yang harmonis.
Manfaat pendidikan untuk kebahagiaan dunia akhirat: (1) Keseimbangan hidup. Pendidikan yang berfokus pada kebahagiaan dunia akhirat membantu siswa mencapai keseimbangan hidup antara kepentingan dunia dan akhirat,
Baca Juga: Jangan pamer perhiasan di muka umum, ini risikonya
(2) Kebahagiaan yang langgeng. Pendidikan ini membantu siswa mencapai kebahagiaan yang langgeng, baik di dunia maupun di akhirat, dan (3) Masyarakat yang harmonis. Pendidikan ini membantu menciptakan masyarakat yang harmonis, adil, dan sejahtera.
Tujuan pendidikan untuk kebahagiaan dunia akhirat: (1) Mencapai kebahagiaan dunia. Pendidikan yang berfokus pada kebahagiaan dunia akhirat bertujuan membantu siswa mencapai kebahagiaan di dunia dengan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang bermanfaat, dan
(2) Mencapai kebahagiaan akhirat. Pendidikan ini juga bertujuan membantu siswa
mencapai kebahagiaan di akhirat dengan membekali mereka dengan nilai-nilai spiritual dan moral yang baik.
Berikut ini beberapa ayat Al-Quran yang berkaitan dengan pendidikan yang penuh kebaikan dan keberkahan serta untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat; sebagai berikut:
Baca Juga: Kepemimpinan kepala sekolah yang lemah pemicu agresivitas siswa
Pertama, perintah sebagaian manusia menjadi pencari ilmu, tidak semua ke medan perang.
Firman Allah SWT: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah; 9:122).
Kedua, Nabi Musa sebagai calon murid sangat menjaga kesopanan dan merendahkan hati. Beliau menempatkan dirinya sebagai orang yang bodoh dan mohon diperkenankan mengikutinya, supaya Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu yang telah diberikan kepadanya.
Firman Allah SWT: “Musa berkata kepada Khidhir, ''Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (QS. Al-Kahfi; 18:66).
Baca Juga: Kidung Pertiwi Yogyakarta Royal Orchestra Syahdukan Hutan Pinus Mangunan
Ketiga, Allah SWT melarang orang-orang beriman untuk mengikuti perkataan atau perbuatan yang tidak diketahui kebenarannya. Larangan ini mencakup seluruh kegiatan manusia itu sendiri, baik perkataan maupun perbuatan.