Kemudian Rasulullah menjawab: “Tidak.” Maka ayat ini turun sebagai teguran di atas perbuatan Rasulullah SAW itu. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan juga al-Hakim yang bersumbernya dari ‘Aisyah. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Ya’la yang bersumber dari Anas.)
Sebetulnya apa yang dilakukan Rasulullah SAW itu adalah hal yang wajar untuk stardar umum. Ketika seseorang sedang berbicara di depan umum atau dengan seseorang, tentu kita tidak suka diganggu oleh orang lain. Namun untuk standar Nabi, itu tidak cukup. Oleh kerana itulah Allah SWT menegur Baginda SAW melalui ayat tersebut.
Sebagai seorang yang tabligh, meski ayat itu menyindirnya, Nabi Muhammad SAW tetap menyampaikannya kepada kita. Itulah sifat seorang Nabi. Jadi, mustahil Nabi itu ‘kitman’ atau menyembunyikan wahyu.
Kepemimpinan menyampaikan perintah (tabligh), adalah satu kepemimpinan rasuli yang menyampaikan dan menyebarluaskan informasi atau suatu perintah yang baik, tanpa ada upaya untuk menyembunyikan untuk dirinya sendiri. Kepemimpinan tabligh adalah kepemimpinan yang berlandaskan kasih sayang, dengan indikator : komunikatif, transparan, membimbing, visioner, dan memberdayakan.
Keempat, fathanah. Fathanah artinya bijaksana (cderdas). Mustahil bagi seseorang Rasul itu bersifat bodoh atau jahlun. Dalam menyampaikan ayat Al-Quran dan kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadis memerlukan kebijaksanaan dan kecerdasan yang luar biasa.
Baginda SAW harus bisa menjelaskan firman-firman Allah SWT kepada kaumnya dengan bijaksana sehingga mereka mau memeluk Islam. Nabi juga diharuskan untuk bisa berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang yang baik.
Apalagi Rasulullah mampu mengatur umatnya sehingga berjaya mentransformasikan bangsa Arab jahiliah yang pada dasarnya bodoh, kasar/bengis, berpecah-belah serta sentiasa berperang antara suku, menjadi satu bangsa yang berbudaya dan berpengetahuan. Itu semua memerlukan kebijaksanaan yang luar biasa.
Kepemimpinan cerdas (fathonah), adalah satu kepemimpinan rasuli yang cerdas dalam mengemban amanat, baik secara intelektual, emosional, moral, bahkan spiritual. Pemimpin haruslah seorang yang cerdas dan profesional.
Ketololan dan kedunguan seorang pemimpin merupakan awal dari kesalahpahaman dari orang-orang yang dipimpinnya, yang pada akhirnya mendatangkan perpecahan dan kehancuran. Kepemimpinan fathonah adalah kepemimpinan yang profesional dengan indikator: semangat perbaikan berkelanjutan (learning organization), cerdas, inovatif, terampil, dan adil.
Setiap keputusan ataupun kebijakan yang dihasilkan merupakan hasil dari kontemplasi yang mendalam, yang senantiasa di dalam pengawasan Sang Khalik, sehingga akan senantiasa mencerahkan kepada seluruh umat manusia. *
Penulis : Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si.,
Dosen Program Magister dan Doktor FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta,
Dewan Penasehat Paguyuban Keluarga Sakinah Teladan (KST) Provinsi DIY