Amalan orang yang benar-benar kembali kepada fithrah adalah amalan yang berkesinambungan. Artinya amalan di hari mendatang harus lebih baik dari hari yang telah lalu.
Agama menuntunkan bahwa perayaan Idul Fitri adalah pernyataan syukur atas telah
dilaksanakannya ibadah puasa sebulan penuh. Pernyataan syukur itu dinyatakan dengan membayar zakat fitrah sebagai bagian dari ibadah wajib, dilanjutkan dengan mengumandangkan takbir, tahmid, tasbih serta tahlil semalam suntuk di malam Idul Fitri.
Dan pada pagi harinya berbondong-bondong ke tanah lapang atau di masjid-masjid untuk melaksanakan salat Idul Fitri dan mendengar khutbah untuk menguatkan iman dan takwa.
Dalam suasana merayakan Idul Fitri, silaturahim adalah bagian yang mentradisi dalam
lingkungan kita dan ini kewajiban dan ada tuntunannya. Sebab semua kesalahan antara hamba dengan Khaliknya telah dimohonkan ampun sebulan penuh.
Di mana setiap hari kita selalu mengucapkan doa: ”Allahumma innaka affuwun, tuhibbul ‘afwa fa’fu ’anna” (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau suka mengampuni, maka ampunilah aku). Tetapi kepada sesama manusia perlu dilakukan dengan berkumpul dalam majlis ataupun saling kunjung-mengunjungi bahkan dengan telepon atau surat pun boleh kesemuanya dengan dengan niat yang ikhlas.
Akhirnya, dalam momentum menjelang berakhirnya Ramadhan 1446 H ini hendaknya segenap
kaum muslimin melakukan gerakan aktualisasi takwa secara luas guna membentuk individu yang
berakhlak karimah, keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, masyarakat atau qariyah yang thayyibah, dan bangsa atau negara yang ”baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”. InshaaAllah!*
Penulis : Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si.,
Dosen Program Magister dan Doktor FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta,
Dewan Penasehat Paguyuban Keluarga Sakinah Teladan (KST) Provinsi DIY