HARIAN MERAPI - Tamak dan bakhil sumber bencana kehidupan orang-orang beriman. Secara bahasa tamak berarti rakus hatinya. Sedang menurut istilah tamak adalah cinta kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa memperhatikan hukum haram yang mengakibatkan adanya dosa
besar.
Rakus, atau tamak dalam bahasa Arab disebut “al-hirsh”, merupakan sifat tercela yang
menggambarkan keinginan berlebihan terhadap harta benda, makanan, atau kesenangan duniawi.
Rakus harta juga merupakan salah satu sifat yang membawa kepada renggangnya interaksi antar
manusia, karena adanya sifat untuk tidak dapat berbagi dengan orang lain.
Baca Juga: Indonesia sudah saatnya menerapkan ekonomi restoratif, ini alasannya
Bakhil adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa arab yang dalam bahasa Indonesia
berarti kikir atau pelit. Bakhil adalah sifat yang harus dihindari oleh setiap muslim, karena kebakhilan adalah sikap egois yang dilarang oleh Islam, tercela dan berakibat buruk baik di dunia maupun di akhirat.
Secara istilah dalam syariah, kikir atau bakhil merujuk pada sifat seseorang yang sangat enggan mengeluarkan hartanya untuk keperluan-keperluan yang disyariatkan atau dianjurkan dalam agama, seperti sedekah, zakat, dam infaq.
Dua sifat tercela ini (tamak dan bakhil) oleh Al-Quran telah digambarkan secara gamblang
berbagai faktor penyebab, para pelakunya, dan bagaimana solusi terbaik untuk menghgilangkannya dari kehidupan sehari-hari. Di antara ayat-ayat Al-Qur’an itu adalah:
Pertama, janganlah iri hati atas kelebihan harta yang dimiliki orang lain. Firman Allah
SWT: “Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisya’; 4:32).
Baca Juga: Yogyakarta Komik Weeks kembali digelar, simak tempat dan waktunya
Kedua, Allah menjanjikan kepada orang-orang yang hijrah meninggalkan kampung
halamannya karena menaati perintah Allah dan mengharapkan keridaan-Nya, mereka akan
memperoleh tempat tinggal yang lebih makmur, lebih tenteram dan aman dan lebih mudah
menunaikan kewajiban-kewajiban agama di daerah yang baru,
Firman Allah SWT: “Siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan (rezeki dan hidup). Siapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian meninggal (sebelum sampai ke tempat tujuan), sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisya’; 4:100).
Ketiga, menghindarkan diri dari kekikiran sebagai salah satu ciri orang-orang yang beruntung.
Firman Allah SWAT: “Bertakwalah kamu kepada Allah sekuat kemampuanmu! Dengarkanlah,
taatlah, dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu! Siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran,
mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At-Taghabun; 64:16).
Keempat, dosa besar bagi orang-orang yang mengumpulkan harta benda tanpa menghiraukan
hukum dan ketentuan Allah lalu menyimpannya, yakni harta yang dikumpulkannya itu, enggan
menafkahkan di jalan Allah. Firman Allah SWT: “serta mengumpulkan (harta benda), lalu
menyimpannya.” (QS. Al-Ma’arij; 70:18).
Baca Juga: Sekolah-sekolah ikut memperingati HUT ke-268 Kota Yogyakarta dengan menggelar sejumlah kegiatan
Kelima, merampas harta warisan yang menjadi hak orang lain (anak yatim) adalah perbuatan
zalim. Firman Allah SWT: “memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram).” (WS. Al-Fajar; 89:19).