AKSI main hakim sendiri agaknya masih membudaya di masyarakat kita. Sebagai contoh, pencopet yang ketangkap basah langsung dihakimi massa, dihajar ramai-ramai, setelah itu baru diserahkan kepada polisi. Padahal, aksi massa kadang tidak terkontrol dan terukur sehingga berakibat fatal terhadap keselamatan pelaku kejahatan.
Dalam beberapa kasus aksi main hakim sendiri, acap berakibat nyawa melayang. Inilah yang dikhawatirkan. Padahal, antara aksi kejahatan dengan tindak balasan tidak seimbang.
Di Pasar Pakem Sleman beberapa hari lalu, SN (47) asal Surabaya Jawa Timur menjadi bulan-bulanan massa setelah kepergok mencuri uang milik Subiyah (76), warga Umbulmartani Ngemplak Sleman yang berprofesi sebagai penjual cabai.
Baca Juga: Ganjar: Kalau Jokowi Dukung, Hasil Survei Prabowo Harusnya 100 Persen
Saat itu SN kepergok cucu Subiyah mencuri uang milik neneknya itu. Sang cucu langsung berteriak hingga mengundang perhatian warga. Pelaku pun dikejar dan berhasil ditangkap, selanjutnya menjadi ‘bancakan’ warga. Untung saat itu ada anggota Polsek Pakem patroli, sehingga pelaku langsung dievakuasi. Andai saat itu tidak ada polisi patroli, entahlah bagaimana nasib SN.
Tindakan warga yang menghajar SN, secara hukum memang keliru, namun ini fenomena yang lazim bahkan dianggap biasa. Pencopet ketangkap umumnya dihajar. Setelah babak belur, barulah diserahkan kepada polisi. Akan menjadi masalah serius bila pelaku tewas, maka semua yang terlibat penganiayaan akan berhadapan dengan hukum. Sebaliknya bila tak mengalami luka serius, biasanya tak diproses hukum.
Tersangka sekalipun punya hak untuk hidup dan tidak dianiaya. Pencopet memang bikin jengkel dan sangat meresahkan. Apalagi, pencopet tak pilih-pilih sasaran, begitu ada kesempatan langsung beraksi. Seperti kasus di atas, pencopet langsung ngembat uang milik nenek Subiyah begitu yang bersangkutan terlena.
Baca Juga: Budiman Sudjatmiko Jelaskan Alasan Angkat Tangan saat Debat Capres
Mencopet memang melanggar hukum. Motifnya bermacam-macam, ada yang didorong kebutuhan ekonomi, ada pula yang memang seperti menjadi profesi. Kesehariannya mencopet. Tapi anehnya, ada yang tidak kapok meski pernah ketangkap.
Begitu diproses hukum dan masuk penjara, setelah keluar mencopet lagi. Untuk hal yang disebut terakhir ini lebih dikenal dengan istilah residivis, yaitu orang yang pernah melakukan tindak pidana dan dihukum, kemudian mengulangi perbuatannya.
Sebenarnya, bila nilai barang yang dicuri kecil tak sampai Rp 250 ribu, bisa diselesaikan dengan mekanisme restorative justice asalkan korban memaafkan. Tapi bila tidak, maka proses hukum jalan terus. Apesnya, sudah babak belur dihajar massa, tidak mendapatkan barang, masih harus masuk penjara. Mestinya itu membuat pencopet kapok. (Hudono)