SEORANG guru ngaji di wilayah Semarang Barat diduga mencabuli anak didiknya. Pelaku berinisial P telah diamankan sembari menunggu proses hukum lebih lanjut.
Sang istri dikabarkan juga mengajar mengaji. Muridnya pun semakin banyak, sehingga rumahnya tak cukup untuk menampung mereka. Kemudian mereka menyewa rumah di RT lain.
Belum jelas modus apa yang dilancarkan P dalam mencabuli anak didiknya. Agaknya, tanpa sepengetahuan sang istri, P mengiming-imingi uang kepada korbannya. Kabar terbaru, korbannya bertambah hingga belasan anak didik.
Baca Juga: Preview Semifinal Piala Dunia U17 2023 Prancis vs Mali, Adu Kuat Kuat Lini Serang
Langsung atau tidak, kasus ini bisa berpengaruh terhadap para orang tua yang mengirimkan anaknya ke guru ngaji. Wajar bila kemudian muncul perasaan waswas.
Padahal, tidak semua guru ngaji berperilaku seperti P. Masih banyak guru ngaji yang baik dengan tetap menjunjung etika dan kesopanan. Boleh disebut P hanyalah oknum yang mencederai nama baik guru ngaji. Bila benar korbannya belasan anak, tentu ini menjadi kasus besar dan harus diproses hukum hingga tuntas.
Tak boleh ada toleransi terhadap pencabul anak. Peristiwa tersebut sekaligus menjadi warning atau peringatan bagi orang tua untuk lebih hati-hati ketika mempercayakan anaknya kepada guru ngaji. Kalau perlu, mereka ditunggui, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Baca Juga: Biaya Haji 2024 Ditetapkan Rp 93,4 Juta, Jemaah Hanya Bayar Rp 56 Juta, Begini Penjelasan BPKH
Kasus semacam ini memang bukan fenomena baru, bahkan seperti kita ikuti dalam pemberitaan media mainstream, bisa terjadi di pesantren yang notabene tempat yang sakral untuk menggembleng anak menjadi pribadi yang berkualitas, baik secara secara keilmuan maupun akhlak.
Predator anak bisa saja berlindung di balik jubah kebaikan yang menjelma menjadi guru ngaji, pengasuh pondok pesantren dan sebagainya. Apakah mereka memiliki kelainan sehingga menyasar anak-anak tak berdosa sebagai korbannya ?
Entahlah, masih perlu penyelidikan mendalam. Namun, entah punya kelainan atau tidak, tindakan pencabul anak sangat biadab. Pantaslah bila pelaku diancam hukuman berat berdasar UU Perlindungan Anak, dengan pidana maksimal 15 tahun penjara.
Baca Juga: Luca Marini akhirnya berlabuh di Repsol Honda dengan kontrak selama dua tahun
Tak hanya itu, bila kasusnya dibawa ke pengadilan, hakim dapat menjatuhkan hukuman tambahan berupa kebiri sementara agar menimbulkan efek jera. Kiranya tak ada toleransi bagi predator anak, karena telah merusak masa depan para korbannya. Hal yang tak boleh diabaikan adalah pendampingan para korban, agar mereka tetap optimis meraih masa depan. (Hudono)