Perlakuan yang seperti ini akan menyadarkan anak bahwa kelahirannya tidak diharapkan dan mengganggu kebahagiaan orangtua.
Perlakuan yang paling baik adalah menerima (acceptance) anak sebagaiamana adanya.
Terimalah anak dengan segenap eksistensi diri mereka sendiri. Orangtua harus menyadari bahwa anak tidak sama, demikian juga penerapan perlakuan terhadap mereka.
Untuk belajar menerima anak apa adanya tidaklah mudah, terutama pada anak yang berkonotasi “kurang”; baik kurang pandai, kurang lengkap atau difabel, lamban, dan kekurangan-kekurangan yang lain.
Biasanya orangtua sulit menerima keadaan anak yang berkonotasi kurang sebagaimana di atas. Dan orangtua mengalami kekecewaan berkepanjangan yang menjadikan hidupnya merasa gagal, frustrasi, meaningless (kehampaan) dan berbagai penyesalan hidup yang lain.
Baca Juga: Warga NU di Jatim loyal dan menyukai Erick Thohir, ini alasannya
Orangtua akan berusaha menutup-nutupi kekurangan yang ada, sehingga anak yang menjadi korban dalam perkembangannya. Mereka kurang dapat berkembang secara maksimal, sehingga potensi yang memang sedikit di bawah rerata akan semakin tertutup pengembangannya.
Memperlakukan anak sebagaiamana mestinya menuntut orangtua untuk tidak membanding-bandingkan keberhasilan anak yang satu di depan anak-anak yang lain.
Barangkali sikap ini maksudnya baik, yang kurang baik belajarnya dapat mencontoh saudaranya yang berhasil. Namun dalam praktik kehidupan keluarga senyatanya perlakuan yang seperti ini justru merugikan anak. Anak akan berkecil hati dan merasa tidak diperlakukan dengan adil. (Oleh : Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si) *