Wajah Dini tidak tertebak sama sekali, tapi dari rautnya, perempuan itu mengisyaratkan sedang menahan diri.
Lalu…
“Siji takan kene, sing bakal urip sampe iki mari (Satu dari kita, akan tetap bertahan hidup sampai ini selesai),” kata Dini.
“Sri, sepurane, nek aku bakal ngelakoni opo wae ben isok tetep urip (Sri, aku minta maaf, aki akan melakukan apapun untuk bisa tetap hidup),” suara Dini bergetar, apa maksud semua ini.
Baca Juga: Seniman Boyolali Termasuk Dalang Wayang Kulit Mulai Kebanjiran Job Usai Vakum Dua Tahun
Sri bingung mendengar perkataan Dini, mencoba mencernanya, dari mana ia dengar pesan itu.
Oh… Sri paham sesuatu, Dela, dan benar saja, Dini mengungkapkannya ketika Sri akhirnya bertanya.
Dini menunjukkan telinganya yang cacat, ia berujar dengan nada gemetar, tapi lebih percaya diri.
“Sak durunge kupingku pedot, Dela mbisiki aku, siji sing bakal selamet kanggo kembang klitih (Sebelum telingaku putus, Dela berbisik, satu yang akan selamat, untuk kembang klitih).”
Baca Juga: Kronologi Lengkap Gala Dinner Bareng Miyabi di Jakarta yang Memicu Kehebohan
Kembang klitih? Sri paham maksudnya, sebuah istilah, yang kurang lebih artinya salah satu dari mereka, akan berbagi sari bunga dari sisa santet, Sewu Dino.
Sri hanya diam, ia pasrah, meski pikirannya juga sama, berusaha sekuatnya mempertahankan nyawa.
Keduanya kembali ke kamar, mempersiapkan bekal, untuk sebuat petualangan baru, hingga....
Baca Juga: Penampakan Nikuba, Konverter Pengubah Air Jadi Bahan Bakar Ciptaan Aryanto Misel Warga Cirebon
Sebuah mobil hitam datang, Sri kenal dengan kelir kendaraan yang masih kediaman Atmojo itu.