Hanya bedanya, kali ini semua anggota keluarga Mbah Krasa, jumlahnya 7 orang, hadir menyambut.
Tiba giliran Sri dipanggil, ketika ada di dalam, semua keluarga Mbah Krasa mengamati gadis itu, dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Baca Juga: Tim Sepak Takraw Indonesia Optimsis Rebut Emas SEA Games Vietnam, Begini Persiapannya
“Ngeten Mbak, kulo bade tandet, sampean purun nyambut ten mriki, soale onok pantangane, nek sampean purun, pantangane ra isok dicabut maneh (Begini Mbak, saya mau tanya, kamu mau kerja di sini, soalnya ada pantangannya, kalau mau, pantangannya tidak bisa dicabut lagi),”
Kalimat itu keluar dari mulut salah satu anggota keluarga Mbah Krasa, seorang wanita, berusia 30 tahunan.
“Larangan nopo nggih Mbak,” tanya Sri.
Sri melihatnya, sebuah gelagat aneh lagi, mereka saling memandang, seakan tidak perlu menjawab pertanyaan Sri, ada yang mereka sembunyikan, tapi apa?
Baca Juga: PWI Kutuk Kekejian Israel atas Pembunuhan Wartawan Palestina, Desak Penyelidikan Independen
Mbah Krasa berdiri, lalu berbisik kepada Sri, “Uripmu bakal dijamin, nek awakmu gelem Ndok, tapi nek awakmu gak gelem, mbah gak mekso (Hidupmu bakal dijami, kalau kamu mau, tapi kalau tidak, Mbah tidak memaksa),”
“Nggih, kulo purun,” Sri pun diminta undur diri, ia membungkuk sopan, lalu berlalu dari tempat itu.
Ia menemui Dini dan Erna, yang ternyata juga sudah diterima bekerja oleh Mbah Krasa.
Malam pun tiba, Mbah Krasa sudah menunggu bersama anggota keluarga yang lain.
Dan malam itu, penjelasan lebih gamblang tentang pekerjaan mereka, disampaikan Mbah Krasa.
Baca Juga: Penyanyi Britney Spears Alami Keguguran, Umumkan Kabar Tragis Bersama Tunangannya
Ia menjelaskan jika mereka bertiga ditugaskan di sebuah rumah, yang letaknya sangat jauh, jauh sekali, di tengah sebuah hutan.