Prof Dr Dyah Mutiarin SIP MSi Dikukuhkan Guru Besar UMY: Enam Hal Kebijakan Pemerintah dalam Menangani Pandemi

photo author
- Sabtu, 12 Februari 2022 | 18:50 WIB
   Prof Dyah Mutiarin saat orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan secara resmi, ia sebagai Guru Besar UMY. (Foto: Dok BHP UMY.)
Prof Dyah Mutiarin saat orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan secara resmi, ia sebagai Guru Besar UMY. (Foto: Dok BHP UMY.)

BANTUL, harianmerapi.com - Kebijakan yang diterapkan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 cenderung berfokus kepada aktor pemerintah dengan menekankan pada enam hal.

Seluruh kebijakan yang ditekankan pemerintah tersebut adalah wajar, mengingat pemerintah sebagai pengambil keputusan dan pembuat kebijakan yang dapat mempengaruhi penanganan pandemi Covid-19 secara nasional.

Demikian diungkap Prof Dr Dyah Mutiarin SIP MSi saat orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan secara resmi Prof Dyah sebagai Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bidang Ilmu Pemerintahan.

Baca Juga: Gelar Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Kembali Digelar Secara Virtual

Rangkaian acara pengukuhan dilakukan dalam Rapat Senat Universitas di Ruang Sidang Gedung AR Fachruddin B UMY yang diselenggarakan secara dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring), Sabtu (12/2/2022).

Jika melihat kinerja pemerintah dua tahun belakangan ini, tentu diperlukan upaya untuk mencermati pembuatan kebijakan yang saat ini kuat dengan muatan digitalisasi, serta kecepatan dan ketepatan birokrasi dalam mengatasi pandemi Covid-19.

Adapun enam hal yang ditekankan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19, sebut Prof Dyah, yaitu kelembagaan, pengaturan kesehatan, pembatasan penggunaan moda transportasi untuk pergerakan orang dan barang.

Ditambah lagi, pemulihan ekonomi nasional, peningkatan peran serta masyarakat luas dalam penanganan pandemi Covid-19, dan digitalisasi penyelenggaraan pemerintahan.

Baca Juga: Enam Pilar Kebahagiaan Berkeluarga, Salah Satunya Menciptakan Kehidupan Beragama

“Adapun permasalahan kebijakan yang sering terjadi adalah kurang sinkronnya antara kebijakan dari pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,” tandas Prof Dyah.

Guru Besar perempuan pertama di UMY ini menambahkan, hal tersebut terjadi utamanya karena adanya proses birokrasi yang berbelit, lamban, dan ragu-ragu. Padahal penyusunan kebijakan sudah seyogyanya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, serta dengan adanya keterlibatan stakeholder.

“Sudah waktunya instansi pemerintahan melakukan reformasi birokrasi baik itu secara struktural maupun secara mindset, tujuannya agar birokrasi Indonesia menjadi yang semakin sederahana, efektif, efisien, serta lincah, dan cergas,” jelasnya.

Tentunya, lanjut Prof Dyah, pemerintah membutuhkan suatu inovasi yang tidak biasa berupa regulasi yang efisien, selaras, sederhana, dan tidak tumpeng tindih.

Baca Juga: Petung Jawa untuk Sabtu Wage 10 Rejeb 1955 Alip atau 12 Februari 2022, Punya Bakat Pandai Bicara atau Menulis

“Penerapan agile government dapat diterapkan pada semua level pemerintahan sehingga tidak hanya lingkungan global yang bergerak dengan cepat, namun juga lingkungan daerah yang akan terkena dampaknya,” terang Prof Dyah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X