Dosen FH UMY ungkap dilema kedudukan pejabat politik dalam sistem kepegawaian

photo author
- Selasa, 1 Agustus 2023 | 09:36 WIB
Suasana  FGD yang diikuti aparatur sipil negara di UMY (Dokumen)
Suasana FGD yang diikuti aparatur sipil negara di UMY (Dokumen)



HARIAN MERAPI - Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FH UMY) kembali menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat ini dikemas dalam Forum Group Discussion (FGD) yang menyoroti kedudukan pejabat politik dalam sistem kepegawaian di Indonesia.


Dosen FH UMY Dr Bagus Sarnawa SH MHum yang terlibat langsung dalam kegiatan tersebut mengatakan, FGD diikuti jajaran Aparatur Sipil Negara dari berbagai instansi di Daerah Istimewa Yogyakarta. "Acara ini merupakan bagian dari kegiatan pengabdian masyarakat," tutur Bagus Sarnawa kepada wartawan baru-baru ini.


Dijelaskan, tim pengabdian masyarakat yang diketuai Muhammad Haris Aulawi, SH MHum telah menggelar FGD pada 21 Maret 2023 di Ruang Sidang Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Baca Juga: Viral di Medsos, Ini Tampang Pencuri Pagar Rumah Pakai Motor yang Kepergok Tim Anti Begal Polrestabes Medan


Muhammad Haris Aulawi mengungkapkan, Aparatur Sipil Negara bertugas melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dan pembangunan serta fungsi pelayanan. Fungsi pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.


Sedangkan dalam rangka pelaksanaan fungsi pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and political development) serta melalui pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social development) yang diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.


Menurutnya, fungsi pelayanan hakikatnya ditujukan bagi terlaksananya tujuan Negara dalam melayani warga negaranya melalui organ pemerintah. Pelayanan merupakan salah satu produk organisasi berupa jasa, sehingga pada dasarnya pelayanan tidak kasat mata, diraba, dan dimiliki, melainkan hanya sebatas digunakan dan dirasakan.

Sekalipun demikian, dalam kehidupan organisasi, fungsi pelayanan memiliki nilai strategis. Hal ini dikarenakan fungsi pelayanan sangat berpotensi dalam menentukan kelanggengan, perkembangan dan keunggulan bersaing organisasi di masa yang akan datang.

Baca Juga: Pakai Danais Rp 1,5 Miliar, Kulon Progo Pasang Jaringan Internet di 15 Kelurahan


Sejalan dengan hal tersebut, Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, mengamanatkan untuk dilakukan pembinaan Aparatur Sipil Negara. Effendi menyebutkan, pentingnya pembinaan Aparatur Sipil Negara, karena di samping untuk melaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan guna mencapai tujuan nasional juga untuk membentuk Aparatur Sipil Negara yang berkemampuan dunia. Pembinaan Aparatur Sipil Negara juga diarahkan bagi terwujudnya Aparatur Sipil Negara yang netral dan bebas dari intervensi kekuasaan dan partai politik.


Dalam praktiknya, Aparatur Sipil Negara berada dalam posisi yang dilematis dan terombang- ambing oleh kepentingan politik. Di satu sisi, mereka adalah pegawai yang diangkat, ditempatkan, dipindahkan dan diberhentikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang berstatus pejabat politik. Di sisi lain, Aparatur Sipil Negara juga harus bersikap netral untuk menjaga profesionalitasnya dalam menjalankan tata kelola pemerintahan dan pelayan publik.


Aparatur Sipil Negara adalah pelaksana kebijakan dan pemegang kekuasaan dan kewenangan dalam pengelolaan anggaran dan sumber daya di dalam birokrasi. Hal ini mengakibatkan pegawai Aparatur Sipil Negara dapat dijadikan sebagai alat bagi pejabat politik untuk dapat tetap mempertahankan atau mendapatkan kewenangan dan kekuasaannya.

Baca Juga: Kelola Sampah Organik dengan Biopori, Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta Galakkan Gerakan Mbah Dirjo


Menurut Muhammad Haris Aulawi, kuasa Aparatur Sipil Negara menunjuk pada hubungan antara birokrasi dan pejabat politik. Diskursus tentang bagaimana seharusnya hubungan birokrasi dan politik selalu bergerak antara konsep ‘dikotomi politik-administrasi’ dan ‘kontinum politik- administrasi’. Apakah birokrasi akan menjadi birokrasi yang netral dan profesional ataukah menjadi sekadar alat kekuasaan, hal ini sedikit banyak tergantung pada tatanan politik yang menopangnya.


Tatanan politik yang mengarah pada nilai-nilai demokrasi akan cenderung memandang birokrasi dari kacamata teori liberal yang memandang subordinasi birokrasi sebagai tatanan normatif ideal bagi aparat birokrasi. Proposisi dikotomi politik-administrasi meletakkan dasar etika bagi birokrasi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X