HARIAN MERAPI- Konferensi internasional bertajuk Universitas Muhammadiyah Yogyakarta-International Graduate Conference (UMYGrace) rutin digelar setiap tahun.
Pada tahun ini penyelenggaraan keenam dengan menghadirkan ratusan peserta dari berbagai negara secara offline dan online. Pembukaan 6th UMYGrace 2025 di komplek kampus setempat, Kamis (21/8/2025).
Prosesi pembukaan UMYGrace 2025 dilakukan Wakil Rektor Bidang Sumber Daya UMY, Prof Dr Dyah Mutiarin MSi. Didampingi antara lain, Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) UMY, Dr H Agung Danarto MAg.
Baca Juga: AI tidak akan pernah menggantikan manusia, tapi.....
Ada pula, Direktur Direktorat Riset dan Pengabdian (DRP) UMY, apt. RR Sabtanti Harimurti MSi PhD serta Ketua Panitia 6th UMYGrace 2025, Dr Yessi Jusman ST MSc.
Sedangkan sejumlah keynote speaker saat sidang pleno 6th UMYGrace 2025, misalnya ada apt. RR Sabtanti Harimurti MSi PhD yang juga Dosen Farmasi UMY dan Prof Ir Ts Dr Pau-Loke Show PhD (Khalifa University, United Arab Emirates).
Dalam pemaparannya, Sabtanti antara lain mengungkapkan, setidaknya enam alasan utama mengapa riset penemuan obat baru tak bisa berhenti.
“Pertama, munculnya penyakit baru seperti Covid-19 yang hingga kini belum memiliki obat definitif. Kedua, masalah resistensi antibiotik akibat penggunaan yang tak tepat, yang mendorong penemuan antibakteri baru,” jelasnya.
Ketiga, lanjut Sabtanti, kebutuhan terapi bagi penyakit dengan risiko pengobatan tinggi, seperti kanker. Keempat, meningkatnya prevalensi penyakit kronis seperti diabetes dan jantung.
Lalu yang kelima, berkembangnya kebutuhan personalized medicine yang menyesuaikan terapi dengan faktor genetik individu, dan keenam, masih adanya penyakit yang belum memiliki terapi efektif.
“Proses penemuan obat adalah panggilan seumur hidup. Dengan bantuan teknologi, riset bisa dipercepat tanpa mengurangi kualitas obat yang dihasilkan,” tegas Sabtanti.
Sementara itu, Yessi Jusman saat rangkaian pembukaan UMYGrace 2025 menjelaskan, kegiatan tersebut telah menjadi ruang penting bagi para peneliti muda.
Bahkan, bisa sebagai wadah yang tak hanya menekankan publikasi ilmiah, namun juga menghidupkan diskusi kritis dan kolaborasi internasional.