HARIAN MERAPI - Rangkaian acara Pelepasan Siswa atau Perpisahan Kelas VI suatu sekolah/madrasah menjadi suatu catatan sejarah tersendiri, sehingga digelar dengan sebaik mungkin serta berkesan.
Pelepasan Siswa Kelas VI Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta (Mu’allimin Yogya) di Sportorium UMY, akhir pekan lalu, rangkaian acaranya memberi banyak kesan dan makna.
Beberapa tokoh hadir hadir pada acara tersebut. Di antaranya Ahmad Muzani (Ketua MPR RI), Prof Muhadjir Effendy MAP (Ketua PP Muhammdiyah) dan M Habib Chirzin (BPH Mu'allimin-Mu'allimaat Yogya/mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah).
Ada pula Dra Hj Siti Noordjannah Djohantini MM MSi (Ketua PP Aisyiyah/mantan Ketua Umum PP Aisyiyah), Dr H Khoiruddin Bashori MSi (Ketua BPH Mu'allimin-Mu'allimat Yogya) dan Nashrullah Larada (Ketua KABAMA).
Baca Juga: Festival Kuliner Wonderroots UNY, pamerkan olahan umbi ala Gen Z
Saat memberikan Pidato Kebangsaan, Ahmad Muzani antara menegaskan, ilmu yang diberikan guru-ustadz selama menuntut di Madrasah Mu’allimin Yogya, belum cukup untuk bekal hidup ke depan.
Artinya, belajar pada tingkat SMP-SMA/sederajat baru memberikan dasar keilmuan. Sehingga, masih harus dilanjutkan dengan belajar berbagai ilmu lainnya, belajar dan belajar.
“Masih banyak ilmu agama, ilmu pasti, sosial sampai ilmu-ilmu penting lain perlu dipelajari. Bahkan, masih banyak buku yang harus dibaca dan dipelajari serta banyak guru-dosen yang harus didatangi,” tuturnya.
Usai menyampaikan Pidato Kebangsaan, Muzani pamitan tak dapat mengikuti rangkaian acara sampai selesai, sebab ada acara penting lain. Sejumlah tamu VIP pun ikut mendampingi Muzani sampai depan pintu Sportorium UMY.
Baca Juga: Kasus penguasaan lahan BMKG di Tangsel, 17 orang ditahan berikut sejumlah senjata tajam
Sedangkan Prof Muhadjir, antara lain berpesan kepada para siswa Muallimin, baik yang sudah lulus maupun belum, agar meneladani semangat belajar dan cara berpikir terbuka yang dimiliki pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.
Menurutnya, salah satu warisan terbesar KH Ahmad Dahlan yakni keberaniannya untuk belajar dan mengajar di berbagai tempat, tanpa memandang latar belakang lembaga bersangkutan.
Sebagai contoh, pernah mengajukan diri sebagai pengajar di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) Magelang, sebuah sekolah calon pamong praja pada masa kolonial Belanda.
Kepada kepala sekolah yang berkebangsaan Belanda, KH Dahlan memaparkan, calon pejabat harus dibekali pemahaman agama karena akan berinteraksi dengan masyarakat yang mayoritas muslim.