Pakar UGM Bilang Begini Soal Menjamurnya Mural Mirip Jokowi

photo author
- Minggu, 29 Agustus 2021 | 10:26 WIB
Irham Nur Anshari (Dok Humas UGM)
Irham Nur Anshari (Dok Humas UGM)

YOGYA, harianmerapi.com - Mural bergambar mirip Presiden Joko Widodo semakin menjamur dan viral di media sosial. Semakin banyak yang dihapus aparat, semakin muncul mural lainnya.

Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM sekaligus Pemerhati Seni Visual, Irham Nur Anshari, S.IP., M.A., mengutarakan, untuk menyikapi persoalan tersebut hendaknya perlu dipahami kembali apa sebenarnya yang menjadi permasalahan utamanya.

Menurutnya, kondisi tersebut seringkali dikaitkan dengan dua hal, yakni pelecehan simbol negara dan perusakan fasilitas umum.

Baca Juga: Soal Mural Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit dan Jokowi 404: Not Found, Dokter Tirta Ajak Faldo Maldini Ngopi

“Kalau terkait problem perusakan fasilitas umum ini sedikit lucu karena pada kasus tersebut yang dihapus hanya mural yang dianggap sebagai gambar Presiden Jokowi sementara mural lain di sampingnya tidak ikut dibersihkan. Ditambah lagi desainer kaos yang menggunakan imaji mural juga ikut didatangi aparat untuk minta maaf,” papar Irham dalam keterangan yang diterima, Jumat (27/8/2021).

Artinya, imbuh dia, poin utama dari persoalan ini adalah bagaimana adanya anggapan mural, gambar atau desain tersebut dianggap melecehkan simbol negara. Namun begitu, apakah gambar tersebut adalah gambar Presiden Jokowi atau hanya mirip atau tafsir-tafsir yang berkembang yang justru perlu dipermasalahkan.

Seperti diketahui beberapa ahli gambar mencoba menafsirkan mural tidak sampai 50 persen memiliki kemiripan dengan Presiden Jokowi. Meski dalam praktiknya dapat dengan secara sederhana menafsirkan gambar dari gaya rambut dan dagu, tetapi hal itu tidak cukup menjadi alasan untuk menentukan mural tersebut sebagai upaya pelecehan presiden.

Baca Juga: Mengaku Utusan Presiden Jokowi, AH Kelabui Artis Fahmi Azmi Rp75 Juta

“Tidak bisa dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap presiden karena itu bukan foto asli, tapi hanya gambar,” tutur pembina UKM Seni Rupa UGM ini.

Irham mengatakan dalam kasus ini menunjukkan poin penting dari seni. Bagaimana seniman dapat menyampaikan kritik secara kreatif dan tersampaikan tanpa bisa diadili secara mutlak. Pasalnya, yang ada hanya berupa gambar bukan foto atau video bahkan tidak ada nama yang menyebut gambar tersebut adalah presiden.

Lebih lanjut Irham mengatakan dari kasus ini dapat dilihat mural sebagai media menyampaikan aspirasi atau kritik menghadapai tantangan. Di era demokrasi saat ini justru patut dipertanyakan masih adanya pihak-pihak yang merasa gerah terhadap kritik sosial yang disampaikan melalui mural.

Baca Juga: Vespa Rewo-rewo Disita Satlantas Polres Boyolali, Pemilik Motor Hanya Bisa Pasrah

“Sebab, tanpa ada konflik jangan-jangan ada sebuah kondisi mapan yang sebenatnya ada hirearki dominan disitu. Bentuk kritik atau aspirasi apapun hendaknya didengar dan dicari tahu,” terangnya.

Ia menjelaskan penggunaan mural sebagai media penyampaian aspirasi bisa dikarenakan tidak berjalannya sistem penyampai aspirasi formal di pemerintah dengan baik. Sistem yang tidak lagi mampu menampung aspirasi masyarakat menjadikan sebagian masyarakat mencari media lain untuk menyuarakan pendapatnya dengan cara mengekspos ke publik baik lewat media online maupun offline termasuk mural.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Rekomendasi

Terkini

PMI DIY Kirim Tim Layanan Kesehatan ke Aceh Tamiang

Jumat, 12 Desember 2025 | 16:55 WIB
X