Catatan akhir tahun Indonesian PhD Council (Dewan Doktor Hukum Indonesia): Mafia tanah menyengsarakan rakyat !

photo author
- Jumat, 23 Desember 2022 | 06:15 WIB
Para pembicara yang dihadirkan Indonesian PhD Council (Dewan Doktor Hukum Indonesia)  (Dokumen)
Para pembicara yang dihadirkan Indonesian PhD Council (Dewan Doktor Hukum Indonesia) (Dokumen)

Baca Juga: Talkshow Hari Ibu Kementerian Keuangan: Banyak perempuan pengusaha yang belum sentuh perbankan


Hakim Agung Dr. Pripambudi Teguh, SH, MH menyampaikan gagasannya terkait pencarian kebenaran materiil dalam putusan lembaga peradilan terkait kepemilikan dan sengketa pertahanan. Ia memberikan disclaimer dan tidak bermaksud membahas kasus, namun berdasarkan pengalamannya, mafia tanah yang kerapkali terjadi telah menyengsarakan rakyat.

 Dr.TM. Luthfi Yazid, SH., LL.M.
Dr.TM. Luthfi Yazid, SH., LL.M. (Dok Pribadi)

 

Acapkali para mafia tanah mengincar tanah kosong dan kemudian – entah bagaimana caranya—menjadi pemegang Akta Jual Beli (AJB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM), dan setelah lebih dari lima tahun mengklaim kepemilikan tanah tersebut, padahal yang mendaku memiliki tanah tersebut belum pernah menguasai tanah dan belum pernah tahu di mana lokasi tanahnya dan mungkin tak pernah hadir dalam transaksi sebenarnya di hadapan pejabat yang punya wewenang.


Dalam keadaan semacam itu, menurut hakim agung Dr. Pri Pambudi Teguh, seorang hakim harus mengutamakan pencarian kebenaran materiil, bukan semata-mata formil.

Baca Juga: Guru penggerak tingkatkan kemandirian dan pacu perkembangan pendidikan


Pembicara lain adalah Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, SH., LL.M., mengangkat permasalahan model pembelajaran dalam memperkuat sistem pendidikan hukum yang berkarakter Pancasila.
Ia menjelaskan pendidikan hukum (rechtschool) sejak zaman pra kemerdekaan sampai sekarang. Prof Dr Marsudi menjelaskan tentang pentingnya Pancasila menjadi bagian integral dalam pendidikan kita serta harus menjadi way of life yang harus diutamakan.

Pada diskusi lanjutan,Hayyan ul Haq, yang memvisualisasikan esensi Pancasila sebagai takdir dalam kehidupan kolektif (collective destiny) kita harus dibadankan dalam sistem pembelajaran hukum di ranah behaviour, bukan di ranah kognitif, menjadi imperatif!!.*

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X