HARIAN MERAPI - Pada masa kampanye Pemilu dan Pemilihan 2024 terdapat potensi politik transaksional. Penyebabnya yakni pola kampanye yang lebih mengarah pada pencitraan ketokohan individu.
Anggota Bawaslu Puadi mengatakan pencitraan ketokohan berpotensi munculnya politik transaksional, seperti suap politik atau politik uang yang selalu terjadi dalam penyelenggaraan pemilu.
Dia mengatakan orientasi ketokohan memiliki pengaruh terhadap pola pembiayaan kampanye, yang cenderung mengandalkan sumber pembiayaan dari individu ketimbang dari organisasi pengusung atau partai politik.
Baca Juga: Beda peruntungan antara Messi dan Neymar
“Dalam praktiknya, apa yang dicatat dan dilaporkan sebagai sumbangan dana kampanye oleh peserta pemilu tidak mencerminkan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan oleh peserta pemilu,” kata Puadi dalam Diskusi dengan tema Alat Kerja Pengawasan Kampanye di Jakarta, sebagaimana diunggah Bawaslu.go.id, Jumat (9/12/2022).
Koordinator divisi penanganan pelanggaran, data dan informasi itu mengatakan peranan akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU untuk mengaudit dana kampanye, melakukan audit hanya sebatas pada dana sumbangan yang dilaporkan oleh peserta pemilu, tetapi tidak menjangkau pada kegiatan atau pengeluaran riil yang dilakukan.
“Dana siluman tidak terdeteksi. Jumlahnya tidak seimbang dengan data yang dilaporkan oleh peserta pemilu. Ke depan Bawaslu akan merancang kerangka pengawasan terhadap persoalan tersebut,” kata dia.
Baca Juga: Catat! Jadwal semifinal World Tour Finals 2022, ada perseteruan antara Ginting dan Jojo
Menurutnya Puadi, peserta pemilu harus utamakan ide dan program saat melakukan kampanye pada Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024. Sebab, pada pemilu sebelumnya, kampanye lebih mengarah kepada pencitraan ketokohan individu.
“Saya harap pada pemilu dan pemilihan ke depan ada perubahan pola kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu,” kata dia. (*)