"Pekerjaan rumah kita adalah bagaimana (bisa) menemukan titik temu dalam menghubungkan satu dengan yang lain,” kata Magister hukum dari Universitas Pakuan Bogor ini.
Dari data Puskapol tersebut, lanjut dia, nomor urut juga turut menentukan keterpilihan perempuan.
"Dari nomor urut 1 perempuan yang terpilih sebanyak 48 persen, sementara laki-laki 68 persen, sementara di nomor urut 2 perempuan yang terpilih sebanyak 25 persen dan laki-laki 17 persen, lalu nomor urut tiga perempuan yang terpilih sebanyak 3 persen dan laki-laki 25 persen.
Itu maknanya agar berjuang untuk mendapatkan nomor urut atas karena secara psikologis ini masih menjadi pertimbangan pemilih untuk memilih. Partai politik juga tak mudah memberikan nomor urut, sehingga para perempuan perlu terus berjuang dari awal,” tuturnya lagi.
Dia menyatakan, dari Pemilu 2019 keterpilihan caleg perempuan berdasarkan partai politik yang dapat berhasil ke Senayan (DPR RI) hanya 20, 52 persen , atau 118 dari 575 caleg terpilih DPR RI.
“DPD RI sendiri faktanya mampu menembus angka keterwakilan 30 persen, meskipun ada di delapan provinsi yang belum ada anggota DPD Provinsi. Ini merupakan batu ujian, apakah keterwakilan perempuan minimal 30 persen itu mampu menjawab kebutuhan dan keinginan dari kita semua,” tegas dia.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipati Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu ini menyatakan Bawaslu senantiasa melakukan pengarusutamaan gender dalam setiap kegiatan.
“Dalam perekrutan yang masih belum terpenuhi keterwakilan perempuan sebesar 30 persen menjadi PR (pekerjaan rumah) buat Bawaslu. Tetapi, sejauh ini dalam setiap kegiatan, sebanyak 40 sampai 50 persen peserta adalah kalangan perempuan agar nanti terlibat dalam melakukan upaya pencegahan pelanggaran pemilu,” tegas Lolly. *