Kondisi itu bertolak belakang dengan upaya presiden yang sedang menggencarkan program strategis nasional.
Penantian para kreditur untuk mendapatkan haknya dari Istaka Karya tak hanya setahun dua tahun namun ada yang menunggu hingga puluhan tahun.
Belum lama ini seorang kreditur Istaka Karya, Agung Listiyanto sudah 10 tahun menuntut haknya sampai akhir hayatnya belum juga dibayar.
"Kami mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya rekan kami dalam berjuang menuntut haknya kepada pemerintah dan negara," imbuh Bambang.
Baca Juga: Inilah jenis vaksin Covid-19 dosis booster kedua untuk SDM kesehatan
Untuk itu, bila Istaka Karya tidak bisa melunasi kewajiban membayar kreditur maka bisa saja ditarik ke ranah pidana.
"Kasus Istaka Karya ini akan kami tarik ke ranah pidana karena timbulnya pidana berawal dari perdata yang tidak jelas seperti ini perlakuan para pengurus perusahaan yang membuat pailitnya sebuah badan usaha," tegas Bambang.
Seperti diketahui, Istaka Karya sebagai perusahaan konstruksi milik negara tersebut sejak 2021 memiliki total kewajiban sebesar Rp 1,08 triliun dengan ekuitas perusahaan mengalami minus Rp 570 miliar.
Sementara total aset perusahaan tersebut cukup kecil tercatat sebesar Rp 514 miliar sehingga setelah pailit diapastikan kurator yang mewakili perusahaan tidak bisa membayar kewajiban kepada kreditur dan dibutuhkan kehadiran negara.*