JAKARTA, harianmerapi.com – Desakan agar Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, selanjutnya disebut Permendikbud PPKS, dicabut makin kuat.
Sebelumnya, MUI, Muhammadiyah dan sejumlah organisasi keagamaan meminta agar pemerintah mencabut Permendikbud PPKS karena dinilai bertentangan dengan syariat, Pancasila dan UUD 1945. Namun sejauh ini Mendikbudristek Nadiem Makarim belum mengambil sikap, bahkan ia membantah telah menyetujui seks bebas.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyampaikan, kalangan legislatif dari PKS juga telah menyuarakan penolakan terhadap Permendikbud PPKS. Dalam akun twitter pribadinya, Hidayat Nur Wahid mengatakan, anggota FPKS DPR RI Nasir Jamil telah mendesak Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk mencabut Permendikbud yang dinilai bermasalah itu.
Baca Juga: Viral Bakso Kuburan Mantan di Kulon Progo, Menikmati Kuliner Murah Sambil Curhat Belum Bisa Move On
“Agar tidak malu, minta pendapat soal Permen itu kepada ormas agama, yang usianya bahkan lebih tua dari NKRI,” ujar Hidayayat Nur Wahid dalam akun @hnurwahid yang diunggah Selasa (16/11/2021).
Sementara PP Muslimat Alwashilah dalam siaran persnya menyatakan Permendikbud PPKS memiliki kelemahan mendasar karena memberi ruang dan mengakomodasi pembiaran politik perzinaan di perguruan tinggi.
Dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11 di Jakarta, MUI meminta kepada Pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi/merevisi peraturan tersebut, karena beberapa alasan.
Baca Juga: Pemain PSIM Dievakuasi dari Stadion Manahan dengan Kendaraan Taktis Usai Mengalahkan Persis
MUI menilai, prosedur pembentukan Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tidak sesuai dengan ketentuan UU No 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah UU No 15 Tahun 2019 dan materi muatannya bertentangan dengan syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, Peraturan Perundangan-undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Ijtima Ulama ini diikuti oleh 700 peserta, yang terdiri atas unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.