HARIAN MERAPI - Menggandeng Direktorat Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Divhubinter Mabes Polri menjajaki kerjasama dalam penerapan teknologi face recognition untuk mendeteksi para pelaku kejahatan.
Hal itu disampaikan Kadiv Hubinter Irjen Pol Krishna Murti SIK, saat acara User Refresher Training Jaringan Interpol I-24/7. Sebanyak 60 personel Polri perwakilan dari Polda seluruh Indonesia mengikuti kegiatan ini.
"Sistem yang dibangun Imigrasi ini sedang menjadi penjajakan untuk diintegrasikan dengan sistem kami sehingga nanti kami bisa mengenali, pelaku kejahatan," ucap Irjen Krishna Murti, di Yogyakarta, Kamis (27/10).
Baca Juga: 'Sapa Kabid Humas Polda DIY', dekatkan Polri dengan masyarakat
Krishna mengatakan selama ini National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia memanfaatkan Sistem Jaringan Interpol I-24/7 yang mampu memberikan peringatan setiap perlintasan orang, khususnya pelaku kejahatan.
"Sistem ini bisa mendeteksi pelaku-pelaku kejahatan itu hanya dari wajah pelaku kejahatan yang berpotensi melakukan kejahatan lintas negara. Hitungannya hanya detik," jelasnya.
Sistem jaringan komunikasi global Interpol yang beroperasi 24 jam dan tujuh hari dalam sepekan. Nantinya, sistem itu akan diintegrasikan dengan teknologi pengenalan wajah yang telah dikembangkan Ditjen Imigrasi.
Baca Juga: Wisata 'Gazebo Cinta', di tempat ini Anda bisa menikmati hamparan sawah dan indahnya jalan tol
"Terjadi pencocokan pengaturannya, SOP-nya harus dirapikan, baru instalasi sistem. Ini dimulai beberapa hari lalu," katanya.
Setelah terintegrasi, lanjut Krishna, sistem tersebut bakal didukung dengan basis data yang dimiliki Polri mengenai pelaku kejahatan transnasional yang masuk daftar pencarian orang (DPO) atau yang menjadi subjek red notice.
"Nanti kalau mereka pakai paspor palsu, orang-orang itu wajahnya masih bisa kita kenali. Kalau dia operasi wajah, nanti beda lagi pengenalannya, pakai sidik jari masih bisa," tandasnya.
Baca Juga: Kisah Hesti Nugraheni membesarkan brand batik Hesti Nugraheni Tamam
Sementara itu Direktur Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian Agato P Simamora berharap integrasi sistem itu menjadi terobosan. Khususnya mempermudah interpol melacak setiap pelaku kejahatan internasional.
"Jadi kita tidak perlu mengecek paspor, saat di pintu perlintasan. Kalau mereka menggunakan nama palsu, paspor palsu, atau paspor asli yang mirip dengannya tetap dapat dikenali," pungkas Agato.*